REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai kebijakan terkait tingkat suku bunga acuan (BI rate) yang diambil oleh Bank Indonesia perlu melihat kondisi kekinian dan jangan sampai memberatkan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. "Kalau inflasi terkendali, kurs stabil, kenapa harus terus-terusan naikin BI rate. Itu dampaknya akan berat bagi pertumbuhan," ujar Bambang di Jakarta, Kamis (10/10).
Menurut Bambang, kebijakan moneter tetap harus diimbangin dengan kebijakan fiskal agar tujuan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dapat tercapai tanpa harus terlalu mengorbankan pertumbuhan ekonomi. "Itu (Kebijakan moneter) kan wewenang BI, tapi pemerintah intinya adalah kebijakan fiskal akan menyertai kebijakan moneter," kata Bambang.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Selasa (8/10) lalu memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) pada level 7,25 persen. RDG juga memutuskan suku bunga deposit facility tetap 5,50 persen dan suku bunga lending facility tetap 7,25 persen.
Bank Indonesia menyatakan akan mencermati perkembangan perekonomian global dan nasional serta akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan bahwa tekanan inflasi tetap terkendali, stabilitas nilai tukar rupiah terjaga kondisi fundamentalnya, serta defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang berkelanjutan. Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan.