REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Para ahli sepakat teknologi adalah kunci untuk meraih pertumbuhan ekonomi. Investasi dalam hal pengetahuan dan teknologi menjadi hal yang utama untuk mendorong ekonomi.
Presiden Chili Sebastián Piñera mengatakan pertumbuhan ekonomi di negaranya didorong oleh empat pilar yang berbasis teknologi. Empat pilar tersebut, menurutnya, dapat juga diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pilar pertama adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan mengevaluasi pendidikan.
"Kalau tidak dievaluasi, sains dan teknologi tidak akan tersebar," ujar Piñera dalam diskusi panel Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) CEO Summit 2013 bertema 'The Outlook for Global Growth: Evaluating Future Prospects' di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Ahad (6/10).
Hal kedua yang harus dikedepankan adalah inovasi dan kewirausahaan. Sedangkan, hal yang ketiga dan keempat adalah investasi di pengetahuan dan teknologi. "Ini sasaran dari pemerintahan yang saya pimpin," ujar dia.
Menteri Keuangan Indonesia, Chatib Basri, juga sepakat bahwa untuk meraih pertumbuhan ekonomi, suatu negara harus melakukan inovasi terutama di bidang sumber daya manusia.
Pemerintah Indonesia memberikan insentif untuk pendidikan dan pelatihan berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) impor untuk buku nonfiksi untuk memajukan pendidikan di dalam negeri.
Pemerintah juga telah melakukan pengurangan pajak penghasilan (PPh) dalam skema double reduction tax untuk memajukan kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development) di tanah air.
Chatib juga mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat bergantung lagi pada sumber daya alam. Indonesia memerlukan investasi teknologi. "Kita tak serta merta masuk ke high technology. Bisa dimulai dengan sesuatu yang membumi seperti membangun tata kelola pemerintah yang baik," ujar Chatib.
Presiden Direktur Sanofi, Chris Viehbacher, mengatakan negara yang memiliki banyak investasi di teknologi dan fasilitas penelitian akan memiliki pertumbuhan yang lebih pesat. Ia mencontohkan Jamaika dan Singapura.
Pada 1990, kedua negara tersebut memiliki jumlah penduduk yang sama dengan pendapatan domestik bruto (PDB) sebesaar 2200 dolar Amerika Serikat (AS). "Sekarang Jamaika 5400 dolar AS, sedangkan Singapura 59.000 dolar AS. Itu karena Singapura banyak investasi di teknologi," ujar dia.