REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Harga minyak terus menurun di perdagangan Asia pada Jumat (4/10), karena para pedagang semakin khawatir atas kurangnya terobosan dalam mengatasi kebuntuan anggaran AS yang telah menutup sebagian dari kegiatan pemerintah. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, turun 10 sen menjadi 103,21 dolar AS per barel dalam perdagangan sore, sementara minyak mentah Brent North Sea untuk November menyusut tujuh sen menjadi 108,93 dolar AS.
"Harga minyak terus bergerak turun karena belum ada langkah konkret yang diambil untuk menyelesaikan penutupan sementara kegiatan (shutdown) pemerintah AS," Kelly Teoh, penyiasat pasar di IG Markets di Singapura.
"Fundamental ekonomi global sudah lemah, dan kebuntuan (anggaran) ini menempatkan lebih banyak tekanan pada harga," tambah Teoh.
Presiden Barack Obama pada Kamis (3/10) meminta diakhirinya krisis yang telah berlangsung tiga hari, ia mengecam sebagai dagelan sembrono, menambah tekanan pada Republik untuk menyerah pada tuntutan mereka agar ia menunda pelaksanaan undang-undang kesehatannya.
Namun, kekhawatiran utama tentang investor global adalah kemungkinan perseteruan itu (Demokrat-Republik) akan berlarut-larut melewati tenggat waktu pertengahan Oktober, ketika pemerintah mencapai batas pengeluarannya dan tidak mampu membayar tagihan atau membayar utang-utangnya. Jika batas pinjaman tidak dinaikkan, negara itu akan default (gagal bayar), mengirimkan gelombang dahsyat melalui ekonomi dunia.
Phillip Futures yang berbasis di Singapura mengatakan dalam sebuah catatan: "Kami perkirakan ketegangan pasar khususnya dalam bentuk pelemahan dolar dan penurunan ekuitas, masing-masing akan berlanjut dan semakin intensif."