REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Tren penurunan ekonomi global menjadi fokus pembahasan negara-negara angota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Pada puncak pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC mendatang, sebanyak 21 negara anggota akan mencarikan solusi jangka panjang untuk masalah tersebut.
Direktur Eksekutif Sekretariat APEC, Alan Bollard, mengatakan tiga isu utama yang berperan sentral mempertahankan resilien ekonomi negara-negara APEC adalah pembiayaan infrastruktur, konektivitas, dan pergerakan manusia (people movement). "Beberapa negara anggota sudah memulai sejumlah kerjasama proyek berkaitan dengan tiga hal tersebut," ujarnya di Nusa Dua, Kamis (3/10).
Bollard mengatakan di negara-negara emerging market, permintaan domestik dan investasi menjadi dua hal yang terus menjadi pusat perhatian. Pengembangan infrastruktur yang dimaksud bukan hanya infrastruktur barang (goods) dan jasa saja, melainkan juga infrastruktur yang mendukung pergerakan manusia (people movement).
Direktur APEC Policy Support Unit, Denis Hew mengatakan negara-negara anggota APEC akan fokus pada pembiayaan infrastruktur dalam negeri untuk mendongkrak ekonomi domestik. Pasalnya, APEC berperan penting meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) dunia, dari 3,1 persen pada 2012 menjadi 3,6 persen pada 2013, bahkan diproyeksikan menembus empat persen pada 2014. "Negara-negara anggota APEC harus meningkatkan target investasi hingga mencapai pertumbuhan 25 persen. Ini bisa dicapai dengan pengembangan infrastruktur dan konektivitas," ujar Hew.
Hew juga memproyeksikan Cina juga akan mengamibil langkah serupa dengan meningkatkan konektivitas di negaranya dan menggenjot permintaan domestik, serta tidak hanya fokus pada pendapatan ekspor saja. Mencontoh keberhasilan ekonomi Jepang, Hew menilai kunci utama untuk menyukseskan investasi di suatu negara adalah reformasi struktural dan financial.