REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menilai paket kebijakan pemerintah yang membebaskan bea masuk kedelai impor hingga nol persen adalah kebijakan yang tidak berpihak ke petani produsen kedelai dalam negeri. Manajer Advokasi dan Jaringan KRKP Said Abdullah mengatakan, kebijakan pemerintah lainnya yang juga tidak pro dengan petani yaitu adanya pengubahan aturan yaitu keleluasan pihak-pihak yang bisa mengimpor kedelai seperti Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, dan swasta.
Tidak hanya itu, kata Said, pemerintah bahkan menambah volume impor kedelai hingga 1,1 juta ton. Keputusan itu semakin mengindikasikan bahwa pemerintah tidak berpihak ke petani produsen kedelai dalam negeri. “Pemerintah lebih tunduk pada desakan importir kedelai daripada memenuhi janji untuk melaksanakan swasembada kedelai pada tahun 2014,” katanya saat di forum KRKP dengan tema “Menagih Janji Pemerintah untuk Swasembada Kedelai” di Jakarta, Rabu (25/9).
Padahal, kata Said, pemerintah Amerika Serikat (AS) merupakan negara yang memberikan subsidi ekspor untuk pelaku usaha setempat. Tidak hanya itu, AS juga memberikan subsidi untuk petaninya. Tetapi, pihaknya menyayangkan bahwa pemerintah Indonesia justru membebaskan bea masuk kedelai impor dari AS hingga nol persen.
Pihaknya juga menyayangkan harga beli petani (HBP) untuk kedelai hanya Rp 7.000 per kilogram (kg). Petani tentu rugi karena biaya produksi kedelai Rp 7.150 per kg. Menurutnya, harga kedelai seharusnya 1,5 kali dari harga beras. “Karena harga turun dan impor yang besar maka semangat petani untuk menanam kedelai turun,” tuturnya.
Dia menjelaskan, produksi kedelai turun rata-rata 3,05 persen per tahun. Sementara pertumbuhannya rata-rata hanya 1 persen. Padahal, dia menegaskan, persoalan kedelai bukanlah persoalan yang baru muncul hari ini. Masalah kedelai sudah terjadi sejak 20 tahun lalu.
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan bahwa ketergantungan pada impor membahayakan Indonesia. “Tergantung pada impor bisa merugikan bangsa ini karena diatur oleh negara lain. Dalam jangka panjang, kedaulatan bangsa ini benar-benar hilang,” tuturnya.
Dia menegaskan, seharusnya Indonesia bisa mandiri dan berdaulat. Untuk itu, dia melanjutkan, dukungan pemerintah pada petani kedelai mutlak diperlukan jika ingin mencapai swasembada kedelai. Dia mencontohkan, negara maju seperti AS saja pada tahun 2012 mengalokasikan hingga 172 miliar dolar AS untuk menyubsidi petaninya. Subsidi diberikan mulai dari input produksi hingga perlindungan harga, bahkan bea ekspor produk petani.