REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peningkatkan peran serta swasta dalam investasi di sektor infrastruktur memerlukan kepastian dari berbagai macam aspek. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika mengatakan apabila pemerintah ingin mendorong keterlibatan swasta maka diperlukan kepastian dari sisi perizinan, kesiapan lahan hingga pembagian keuntungan (profit sharing). "Dari dulu kepastian itu tidak pernah didapatkan," ujar Erani kepada ROL, Senin (16/9).
Erani mengatakan, secara perlahan kesiapan-kesiapan itu mulai diakomodir oleh pemerintah. "Tapi sangat lambat sekali. Demikian juga dengan berbagai macam rencana untuk memangkas perizinan yang digaung-gaungkan oleh pemerintah," tuturnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ini menilai semuanya hanya berada pada tataran rencana aksi, tanpa ditandai realisasi yang nyata. "Tidak ada perencanaan yang matang. Semua serba amatiran," ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengumumkan total investasi untuk sektor riil dan infrastruktur dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) medio 2011-2013 mencapai Rp 647,46 triliun dengan jumlah proyek sebanyak 240 pada enam koridor ekonomi. Dari jumlah tersebut, total investasi di Sumatra Rp 117,46 triliun dengan jumlah proyek 55 buah, Jawa Rp 191 triliun (60 proyek), Kalimantan Rp 167,22 triliun (54 proyek), Sulawesi Rp 27,4 triliun (19 proyek). Kemudian, Bali dan Nusa Tenggara Rp 43,5 triliun (22 proyek), Papua dan Kepulauan Maluku Rp 100,72 triliun (25 proyek).
Khusus untuk pembangunan infrastruktur, realisasi investasi BUMN sebesar Rp 100 triliun (31 proyek) dari total investasi di sektor infrastruktur Rp 283 triliun (146 proyek). Sedangkan untuk swasta total investasinya Rp 14 triliun (8 proyek), pemerintah Rp 99 triliun (79 proyek) dan campuran Rp 143,12 triliun (32 proyek).