Kamis 29 Aug 2013 11:18 WIB

Menkeu Ajukan Revisi Target Pertumbuhan 2014

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) berada pada rentang 5,8 sampai 6,1 persen. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan 6,4 persen yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2013 silam. Demikian disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Ruang Sidang Banggar, Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (28/8). 

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis menegaskan menteri keuangan tidak dapat mengubah penyampaian yang disampaikan oleh Presiden. "Jadi, ini insinuasi menteri keuangan untuk memengaruhi pikiran DPR. Yang mengubah itu DPR, bukan pemerintah. Kalau yang mengubah pemerintah, harus ada lagi surat dari Presiden untuk menyatakan perubahan asumsi makro," ujar Harry, Kamis (29/8).

Harry membenarkan adanya kemungkinan angka proyeksi dari pemerintah lebih tepat. Terlebih pembahasan terkait asumsi makro telah dirampungkan pada Mei 2013. Meskipun begitu, Harry menyerahkan sepenuhnya kepada anggota DPR baik yang berada di Badan Anggaran DPR maupun Komisi XI DPR, dalam pembahasan nanti.

"Terserah anggota DPR, apakah mereka melihat pidato resmi Presiden atau melihat outlook yang disampaikan. Silakan DPR mencerna," kata legislator asal Fraksi Partai Golongan Karya ini. Lebih lanjut, Harry mengatakan dengan besaran rentang pertumbuhan di bawah 7,0 persen, artinya Presiden tidak menepati janjinya pada pemilihan umum 2009 silam.

Menkeu Chatib Basri mengatakan proyeksi dari pemerintah ditetapkan dengan melihat perkembangan perekonomian terkini, baik sisi global maupun domestik. "Dalam situasi seperti ini penting sekali kita menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR cukup realistis mengenai situasi yang ada," ujar Chatib yang masih menjabat sebagai Kepala BKPM.

Terkait kondisi perekonomian global, Chatib mengatakan pertumbuhan ekonomi dunia telah direvisi sejak Juli 2013 silam. Jika pada Januari 2013, pertumbuhan diperkirakan 4,1 persen, maka pada Juli 2013 direvisi menjadi 3,8 persen. "Melihat kecenderungan yang tejadi, maka revisi yang terjadi selalu menurunkan pertumbuhan global," ungkapnya.

Selain itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina dari yang diprediksi 8,2 persen (Januari 2013) menjadi 7,7 persen (Juli 2013) juga dicermati pemerintah. Hal yang sama juga diperkirakan menimpa India yang pertumbuhannya diprediksi berada di bawah 5,0 persen. "Situasi dunia berubah dan tentu akan berdampak pada pertumbuhan Indonesia," ujar Chatib.

Sedangkan dari sisi domestik, realisasi pertumbuhan ekonomi di semester I 2013 hanya mencapai 5,92 persen. Rinciannya 6,03 persen di triwulan I 2013 dan 5,81 persen di triwulan II 2013.  Dalam kondisi seperti ini, Chatib memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2013 akan ada pada kisaran 5,9 persen. 

Selain pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga menyampaikan beberapa asumsi dasar ekonomi makro antara lain inflasi (4,5-5,5 persen), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Rp 10 ribu sampai Rp 10.500), harga minyak mentah Indonesia 109 dolar AS, lifting minyak 870 ribu barel per hari dan lifting gas 1.240 ribu barel setara minyak per hari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement