REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Indonesia memiliki potensi menjadi ujung tombak dalam green economy (ekonomi berbasis pertanian dan perkebunan) dan blue economy (ekonomi berbasis kelautan dan perikanan) dunia. Potensi ini, ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulagi, Fontje Kaligis, bisa terwujud bila semua pemangku kebijakan serius dan konsisten mewujudkannya.
GBE, ujarnya, merupakan sebuah konsep ekonomi baru yang menjadi harapan atas dua masalah besar dunia: permasalahan lingkungan dan krisis energi. Konsep GBE hadir sebagai solusi yang tepat dan berkelanjutan (exact and sustainable solution) untuk menyelesaikan kedua masalah di atas. "Ekonomi eksploitatif hanya bertujuan utk mencapai profit saja," ujar Fontje, di Seminar Nasional bertema "Akses Keuangan dan Pengembangan Blue Economy & Green Economy Bagi Kesejahteraan Masyarakat” di aula gedung Bank Indonesia (BI), Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Selasa (27/8).
Konsep GBE diakui hadir sebagai solusi yang tepat, ideal, dan berkelanjutan (exact and sustainable solution) untuk menyelesaikan kedua masalah di atas. Disebut ideal dan berkelanjutan berbasis manivestasi alam yang lebih baik, baik daratan maupun lautan. Konsep GBE, jelasnya, juga didasari atas tiga pilar utama: Profit, People, and Planet.
"Pemanfaatan energi terbarukan yang maksimal bisa menjadi solusi krisis energi," katanya. Energi terbarukan diyakini juga lebih bersih (ramah lingkungan), aman, dan terjangkau masyarakat. Sebab, ekonomi eksploitatif dinilai hanya bertujuan untuk mencapai profit saja.
Konsep GBE tengah marak digalakkan di seluruh dunia karena permasalahan lingkungan yang mendesak dan mengancam kelangsungan hidup manusia. Konsep GBE ini juga mengacu dalam ayat (3) dan ayat (4) Pasal 33 UUD 1945. Ayat (3) berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Sedangkan ayat (4) disebutkan: "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional."
Mengacu Pasal 33 UUD 1945 itu, Indonesia memiliki alam yang hijau menyejukkan dan laut yang biru membahana. Sebagai negara agraris dan maritim, alam indonesia menyimpan potensi yang sangat besar bagi nusantara, termasuk di bidang ekonomi. Buktinya, lumbung devisa negara kita sampai saat ini, meski masih terdapat di alam, mulai dari sektor pertanian, kelautan, perikanan, hingga sektor pariwisata.
Sebagai negara berkembang yang sangat bergantung pada sumber daya alam (SDA), sehingga pendekatan eksploitatif memang tidak bisa dihindari dalam pembangunan ekonominya. Ekonomi eksploitatif yang berbasis lahan (hutan, tambang, perkebunan) selama ini memang mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Tetapi, kerakusan akan lahan untuk dieksploitasi seringkali tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan kerusakan hutan dan lingkungan hidup di sekitarnya. Akibatnya, ungkap Fontje, kerusakan hutan dan lingkungan hidup itu berdampak berbagai dampak buruk berupa bencana banjir, longsor, kekeringan, dan perubahan iklim pun menjadi rutinitas baru yang hadir di tengah-tengah masyarakat kita.