Jumat 23 Aug 2013 20:19 WIB

Atasi Defisit, Genjot Ekspor & Tekan Impor Lewat Tarif

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah mengambil langkah nyata untuk mendorong ekspor dan menekan impor dalam mengatasi defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Kebijakan mendorong ekspor dan menekan impor difokuskan pada mekanisme harga atau tariftanpa ada kuota.

Pokok-pokok kebijakan itu dijelaskan Menteri Keuangan M Chatib Basri kepada pers di kantornya, Jumat (23/8) sore. Mengawali penjelasannya Chatib menguraikan panjang lebar fakta kemelorotan nilai tukar rupiah dan semua mata uang regional terhadap dolar AS.

Hampir semua mata uang regional, kata Chatib, terdepresiasi. Rupee India bahkan jatuh paling dalam mencapai 15%, jauh lebih parah dari rupiah. Kondisi Indonesia masih lebih baik dari India dan Thailand yang terutama disebabkan faktor eksternal.

"Itu adalah kondisi internal kita. Apa yang dikhawatirkan pasar adalah yang current account deficit (defisit transaksi berjalan)yang terjadi karena angka impor lebih tinggi dari ekspor," kata dia.  Karena itu, katanya, pemerintah akan mengambil kebijakan yang kebijakan yang secara langsung mampu membuat neraca modal (capital account) positif.

Pada triwulan dua neraca modal defisit 4,4 persen atau 9,8 miliar dolar AS, atau 4,4 persen dari PDB. Seiring dengan itu, kata Chatib, pemerintah ingin segera mengurangi defisit transaksi berjalan. "Pilihannya cuma dua, yakni menaikkan ekspor atau mengurangi impor. Jadi kebijakannya juga cuma ada dua, yaitu kemungkinan ekspor dinaikkan atau impor diturunkan. Inilah yang dituju oleh paket kebijakan bagian pertama," kata dia.

Untuk mendorong ekspor, pemerintah memberikan insentif untuk perusahaan berorientasi ekspor yang banyak menyerap pekerja seperti pertekstilan. Misalnya biaya pekerjanya bisa  digunakan untuk mengurangi pajak sehingga marjin keuntungannya menjadi lebih tinggi.

Hambatan ekspor juga dipangkas, khususnya yang berupa kuota. Ini terutama menyangkut barang tambang. Sementara tarif bea keluar tetap dipertahankan.

Untuk menekan impor pun digunakan mekanisme tarif. Misalnya pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) barang konsumsi seperti mobil mewah sekelas  Lamborghini, Porsche, bea masuk tetap tapi dikenakan PPnBM 125 persen dari 75 persen sebelumnya.

Dalam statistik impor, yang besar itu adalah  migas. Tetapi setelah harga premium dan solar dinaikkan, konsumsi BBM turun dari tujuh menjadi empat persen. Ini tentunya juga mengurangi impor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement