REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah pada Kamis (22/8) pagi melemah 55 poin menjadi Rp 11.000 per dolar AS. Menurut ekonom Lana Solistianingsih kurs rupiah masih berpotensi ke kisaran Rp 10.800-Rp 11.200 seiring dengan tekanan eksternal yang semakin kuat.
"Pelemahan masih berpotensi ke posisi antara Rp 10.800-Rp 11.200 per dolar AS yang disebabkan tekanan eksternal dengan potensi menguatnya mata uang dolar AS akibat kemungkinan 'tapering' The Fed semakin besar," kata ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih di Jakarta, Kamis (22/8).
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (22/8) pagi bergerak melemah sebesar 55 poin menjadi Rp 11.000 dibanding sebelumnya di posisi Rp 10.945 per dolar AS. Ia mengemukakan, notulensi pertemuan the Fed pada 30-31 Juli lalu bahwa The Fed merasa broadly comfortable dan merencanakan mulai mengurangi pembelian obligasinya pada tahun ini.
Meski demikian, lanjut dia, The Fed masih menunggu konfirmasi perbaikan data untuk memastikan ekonomi AS benar-benar menguat di semester kedua tahun ini, terutama perkembangan dari pasar tenaga kerja AS.
Kepala Ekuitas dan Penelitian PT Bahana Securities Harry Su menambahkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat adanya rencana The Fed yang akan mengurangi stimulus keuangannya dan kondisi makro ekonomi di dalam negeri. "Pemerintah diharapkan menjaga 'current account' atau transaksi berjalan yang masih defisit," kata dia.
Ia mengharapkan mata uang dalam negeri dapat kembali menguat sehingga kinerja perusahaan yang memiliki utang dalam kurs dolar AS juga tidak terimbas. "Kita harapkan rupiah dapat menguat kembali. Kami prediksi akan berada di level Rp 10.300 pada akhir tahun ini," ujar Harry.