REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menilai pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dolar AS menguntungkan perusahaan ekspor. Namun di sisi lain merugikan perusahaan ekspor yang masih mengimpor bahan baku.
Menurut Benny, melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS sebenarnya membuat perusahaan yang ekspor untung. Adapun ekspor yang paling diuntungkan dalam situasi seperti ini yaitu sektor industri yang bahan bakunya berasal di dalam negeri dan biayanya menggunakan rupiah.
‘’Perusahaan yang mengekspor itu menggunakan bahan baku dan listrik dengan menggunakan rupiah. Kemudian diekspor tetap memakai dolar AS, contohnya kelapa sawit dan ban,’’ katanya saat ditemui di sela-sela acara '3rd High Level MarketDialogue-2013: The New Era of Indonesian Legal Timber Products to Meet Global Markets' di Jakarta, Rabu (21/8).
Lebih lanjut Benny mengatakan, walaupun kurs dolar AS naik atau turun, perusahaan ekspor tersebut memperoleh untung. Dia menambahkan, keuntungan lain saat rupiah melemah bagi perusahaan ekspor yaitu tetap memperoleh untung meski tarif kenaikan listrik sebesar 15 persen di tahun ini. Ini karena mereka bisa membayar listrik dengan pendapatan ekspor yang diperoleh dalam bentuk dolar AS.
Namun, kata Benny, ada juga perusahaan ekspor yang mengalami kondisi sulit akibat menguatnya dolar AS. ‘’Yaitu perusahaan industri yang bahan bakunya berasal dari impor kemudian hasilnya untuk diekspor. Perusahaan tersebut akhirnya tidak mendapat keuntungan atau impas,’’ ujarnya.
Dia mencontohkan industri yang ekspor tapi mengimpor bahan baku seperti industri tekstil tetapi bahan bakunya dari kapas. Dia menambahkan, kapas yang ada di Indonesia 99 persen impor. Padahal sektor industri yang ekspor kebanyakan masih impor bahan baku sampai 60 persen.
Masalah lain yang dihadapi pihaknya yaitu adanya kebijakan program hilirisasi yang mencegah bahan baku untuk diekspor untuk meningkatkan nilai tambah. Untuk itu pihaknya berharap pelemahan rupiah tidak bersifat seperti permainan roller coaster. ‘’Melemah boleh, naik sedikit juga boleh. Tetapi jangan lebih dari 10 persen karena kita mengatur perencanaan jadi sulit,’’ tuturnya.
Dia menjelaskan, pada saat perusahaan ekspor membeli barang saat kurs rupiah sedang melemah. Tetapi saat barang bersebut diekspor, ternyata kurs rupiah menguat. Akhirnya pihaknya menderita kerugian karena ada kekacauan kurs saat perusahaan ekspor belanja barang, memproduksi, dan saat diekspor.