REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah pada Rabu (21/8) pagi kembali melemah masih dibayangi sentimen negatif ekstenal yakni pengurangan stimulus keuangan bank sentral AS (the Fed). Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak melemah sebesar 120 poin menjadi Rp 10.850 dibanding sebelumnya di posisi Rp 10.730 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah masih dibayangi dari kondisi eksternal yakni kekhawatiran pelaku pasar terhadap pengurangan stimulus moneter the Fed menjelang publikasi hasil pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee)," kata analis pasar uang Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir di Jakarta, Rabu (21/8).
Ia menambahkan investor pasar uang juga sedang cemas dengan berlarutnya defisit neraca perdagangan Indonesia, tingginya inflasi, perlambatan ekonomi, dan turunnya cadangan devisa Indonesia. "Meski demikian, pelemahan masih bersifat bertahap dan terkendali seiring Bank Indonesia (BI) tetap berkomitmen menjaga stabilitas rupiah," ujarnya.
Ia memproyeksikan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu akan diperdagangkan di kisaran Rp 10.700-Rp 11.000 per dolar AS.
Chief Analyst Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong mengatakan pelemahan kurs juga terjadi secara umum di negara kawasan Asia yang lain, seperti India. "Namun, pelemahan rupee India terjadi secara perlahan, tidak seperti rupiah yang langsung anjlok beberapa hari terakhir ini. Padahal, sentimen negatif dari data inflasi dan defisit neraca perdagangan sudah diketahui pasar sebelumnya," katanya.
Ia menambahkan rupiah dapat kembali stabil jika pada hari ini dana asing kembali masuk ke pasar modal, sehingga pelemahan rupiah bisa sedikit tertahan.