REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah pada Selasa (20/8) pagi masih melemah terhadap dolar AS merespon sentimen di dalam negeri dan eksternal yang cenderung negatif. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 105 poin menjadi Rp 10.485 dibanding sebelumnya di posisi Rp 10.380 per dolar AS.
"Pasar rupiah merespon negatif data neraca pembayaran Indonesia," kata ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih di Jakarta, Selasa (20/8).
Ia menambahkan pasar keuangan Asia pada Selasa (20/8) ini tampaknya juga masih akan terkoreksi, nilai tukar rupiah dalam jangka pendek akan memasuki kisaran yang sangat rawan. "Jika Bank Indonesia menjaga dengan cukup signifikan maka rupiah bisa kembali ke kisaran Rp 10.480-Rp 10.490 per dolar AS. Tetapi jika tekanan eksternal juga berlanjut tampaknya rupiah akan cenderung bergerak di kisaran antara Rp 10.550-Rp 10.600 per dolar AS," kata dia.
Lana juga mengatakan ekonomi utama Asia seperti Cina, India dan Indonesia dalam empat tahun terakhir memiliki kinerja yang cenderung melemah. Menurutnya, perlambatan ekonomi Cina membawa dampak negatif terhadap perekonomian Asia yang mempunyai hubungan dagang kuat dengan negara tirai bambu itu. Perlambatan ekonomi itu membuat investor mengalihkan investasinya dari negara berkembang ke pasar keuangan AS.
Analis pasar uang dari Bank Mandiri, Reny Eka Putri menambahkan beberapa data ekonomi AS cenderung membaik seperti pertumbuhan tenaga kerja dan manufakturnya sehingga membuat spekulasi pelaku pasar bahwa the Fed akan mengurangi stimulus keuangannya. Menurutnya, kombinasi berbagai faktor selama sepekan terakhir juga belum menunjukan sentimen positif yang kuat di pasar uang di kawasan Asia maupun Eropa. "Secara umum, sentimen keuangan di pasar Asia dan Eropa bergejolak sehingga dolar AS mendapatkan apresiasi di pasar global," katanya.