Rabu 17 Jul 2013 13:32 WIB

Potensi Kartel Pangan Nasional Mencapai Rp 11,34 Triliun

Bahan Pangan
Foto: ROL/Muda Saleh
Bahan Pangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Menteri Koordinator Perekonoimian Hatta Rajasa untuk merombak tata niaga impor pangan nasional karena adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan sehingga rentan dengan spekulasi dan kartel.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Natsir Mansyur mengatakan, selama ini pangan nasional tidak seimbang karena permintaannya banyak sementara pasokannya kurang. Berdasarkan catatan Kadin, potensi kartel dari 6 komoditas strategis seperti daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung dan beras nilainya mencapai Rp 11,34 triliun.

“Nilai potensi kartel ini belum termasuk dengan komoditas lainnya yang juga berpengaruh pada tata niaga pangan,” ujar Natsir dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/7).

Bila dirinci, perkiraan kebutuhan konsumsi nasional dengan nilai potensi kartel bisa diperkirakan, kebutuhan daging sapi yang mencapai 340 ribu ton nilai kartelnya diperkirakan mencapai Rp 340 miliar, daging ayam 1,4 juta ton mencapai Rp 1,4 triliun, gula 4,6 juta ton mencapai Rp 4,6 triliun, kedelai 1,6 juta ton mencapai Rp 1,6 triliun, jagung 2,2 juta ton mencapai Rp 2,2 triliun dan beras impor 1,2 juta ton kartelnya diperkirakan mencapai Rp 1,2 triliun.

Menurut Natsir, gambaran seperti itu diakibatkan karena penataan managemen pangan nasional yang sangat lemah dari aspek produksi,distribusi dan perdagangannya. Pengelolaan kebijakan pangan oleh pemerintah dinilai masih sangat sentralistik dimana Kemendag, Kementan dan Kemenperin tidak ikhlas menyerahkan kebijakan tata niaga pangan ke pemerintah daerah yang sebenarnya lebih tahu akan kebutuhan daerahnya.

“Kontrol DPR terhadap pangan ini juga lemah, sehingga perlu DPR memberikan sanksi kepada Kementrian yang tidak dapat menjaga kenaikan pangan yang berdampak ke rakyat. Sanksinya bisa berupa pengurangan anggaran di Kementrian itu,” kata Natsir.

Selain itu, kata dia, tidak adanya logistik pangan ikut menyebabkan persoalan pangan nasional sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan Kemendag dan Kementan cenderung spekulatif dan pada gilirannya data pangan tidak bisa tepat dan akurat. “Jadi wajar kalau presiden kita marah terhadap Kemendag dan Kementan karena tidak mampu mengatur pangan nasional yang juga kerap kali terjadi kelangkaan,” ungkap Natsir yang juga merupakan Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti).

Pihaknya berharap agar Menkoperekonomian bisa merombak tata niaga pangan ke arah yang tepat, terutama komoditas pangan yang strategis seperti gula komsumsi/rafinasi yang perlu dibuka pabrik-pabrik baru, kedelai, jagung, daging sapi, ayam, hingga bawang putih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement