REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan nilai tukar rupiah yang mulai mengalami apresiasi setelah harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi naik serta kebijakan tappering off atau penurunan stimulus moneter oleh bank sentral AS (The Fed) akan mendorong arus masuk modal asing.
"Gerakan rupiah yang menguat dengan yield SBN (Surat Berharga Negara) yang cukup tinggi, kami meyakini akan mendorong arus masuk modal asing," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Selasa (25/6).
Menurut Perry, dengan kebijakan The Fed tersebut, justru mengurangi spekulasi yang terjadi di pasar dan pihaknya meyakini fenomena penarikan modal (capital reversal) tidak akan banyak terjadi lagi. "Yang kelihatan pemodal asing khususnya jangka panjang itu sudah mulai beli SBN. SBN kita itu yieldnya sudah sangat menarik, sepuluh tahun itu sudah tujuh persen," ujarnya.
Perry menuturkan, dengan kurs dan gerakan rupiah saat ini yang apresiasi ke depan, akan mendorong pemodal mendapatkan currency yield. Sehingga saat ini, lanjutnya, merupakan waktu yang tepat bagi para investor untuk membeli SBN dengan yield yang tinggi. Rupiah yang arahnya apresiasi juga tentu saja akan membuat investor mendapatkan yield yang cukup tinggi dan currency gain (perolehan pendapatan).
Ia juga kembali mengingatkan, isu mengenai tappering off bukan isu baru karena sudah terjadi sejak tiga atau empat minggu lalu dan dampak dengan adanya capital reversal sendiri telah terjadi. "Pemodal asing itu sudah menarik dananya dari negara kawasan termasuk Indonesia, dari SBN maupun saham. Minggu lalu totalnya Rp 34 triliun, sekarang sekitar Rp 38 triliun," kata Perry.