REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai sulitnya angkatan kerja mencari kerja karena tidak ada komunikasi antara pengusaha dengan tenaga kerja. Wakil ketua umum Kadin Indonesia bidang tenaga kerja Benny Soetrisno mengatakan, berdasarkan data statistik yang menyebutkan banyaknya pengangguran di daerah-daerah di Indonesia.
“Pendidikan Indonesia tidak murah, dan setelah angkatan kerja lulus dari pendidikan (ternyata) mencari kerja tidak mudah,” ujarnya saat diskusi mengenai sumber daya manusia (SDM) Indonesia di Jakarta, Rabu (29/5).
Dia menambahkan, sulitnya mencari pekerjaan karena komunikasi antara pengusaha dengan tenaga kerja yang tidak ada. “Ini tentu tidak lepas dari hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja yang tidak pas,” tuturnya.
Jadi, tambahnya, ini mengenai perkara tentang upaya bagaimana berkomunikasi agar tenaga kerja memiliki kompetensi. Belum lagi, pada Desember 2015 nanti, Indonesia menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (Asean Economic Community/AEC) dimana saat itu bebasnya masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia tidak diharamkan.
“Pengusaha tidak membedakan apakah tenaga kerja itu dari Asia maupun bangsa lain, yang penting dia bisa memberikan kontribusi kepada perusahaan,” tuturnya.
Selain itu, jumlah konsumsi Indonesia juga sangat besar. Seharusnya, lanjutnya, tenaga kerja bukan hanya sekedar memiliki keahlian khusus kerja, tetapi bagaimana dapat memiliki atmosfer kerja. Jadi tenaga kerja itu diterima berdasarkan produktivitas, remunerasi karena keahlian yang dimilikinya.
Dia mengeluhkan, para pengusaha sulit mencari manajer Indonesia yang memiliki kompetensi sehingga pihaknya terpaksa mengimpor manajer asing atau ekspatriat.Menurutnya, keuntungan mengambil ekspatriat adalah memiliki kualifikasi manajemen yang baik, kompetensi yang baik, dan mudah untuk diberhentikan dari pekerjaannya. “Sedangkan tenaga Kerja Indonesia tidak (memiliki kualifikasi) seperti itu,” tuturnya.
Dia menambahkan, para pengusaha tentunya memilih tenaga kerja yang paling memberikan keuntungan karena tujuan perusahaan mencari untung, dan nantinya keuntungan diberikan untuk pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN). “Meski secara pribadi, saya memilih tenaga kerja Indonesia, meski kompetensinya sedikit dibawah orang asing,” kata Benny.
Dia berharap, jangan sampai tenaga kerja Indonesia berprofesi sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Belum lagi isi dari undang-undang (UU) nomor 21 tahun 2000 yang menjadi gonjang-ganjing dan pihaknya perselisihkan karena mengganggu produktivitas kerja.
Dia menjelaskan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi membuat peraturan pemerintah (PP) tentang skala pengupahan secara menyeluruh. Namun, lanjutnya, pihaknya masih belum sreg dengan sistem pengupahan. “Kadin Indonesia telah menunjuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai pembahas sistem pengupahan tenaga kerja. Kami berharap sistem pengupahan dibuat setiap lima tahun,” tuturnya.