Senin 05 Feb 2024 21:08 WIB

Indef: Anggaran Pendidikan Perlu Ditambah Guna Cetak Generasi Emas

Anggaran pendidikan idealnya mencapai 5 hingga 20 persen dari PDB.

Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tata busana di SMK Negeri 3 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (12/9/2022). Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2022 mengalokasikan anggaran dana senilai Rp42 miliar lebih Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) untuk ratusan sekolah jenjang pendidikan tingkat SMA, SMK, dan SLB sebagai upaya menunjang peningkatan mutu pendidikan di Kalteng.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tata busana di SMK Negeri 3 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (12/9/2022). Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2022 mengalokasikan anggaran dana senilai Rp42 miliar lebih Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) untuk ratusan sekolah jenjang pendidikan tingkat SMA, SMK, dan SLB sebagai upaya menunjang peningkatan mutu pendidikan di Kalteng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan anggaran pendidikan perlu ditambah apabila Indonesia ingin mencetak generasi emas pada 2045.

"Jelas harus ditambah. Jadi, kalau mau Indonesia Emas atau (menghasilkan) generasi emas, investasi di sektor pendidikan harus diutamakan. Yang namanya investasi pasti butuh anggaran. Nah, itu harus ditambah," katanya saat dijumpai usai diskusi publik di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Baca Juga

Menanggapi debat kelima Pilpres 2024 pada Minggu (4/2/2024), yang salah satunya mengangkat masalah pendidikan, Esther mengatakan anggaran di sektor pendidikan memang sudah mencapai 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), namun anggaran tersebut sebenarnya hanya 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Esther mencontohkan Malaysia yang bahkan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 10 persen dari PDB di negara tersebut. Oleh sebab itu, menurutnya, anggaran pendidikan idealnya mencapai 5 hingga 20 persen dari PDB.

Selain masalah anggaran pendidikan, Esther mengatakan bahwa masalah link and match kurikulum dengan dunia industri juga seharusnya dibahas dalam debat kelima pilpres.

Dia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa persentase angkatan kerja di Indonesia yang berpendidikan tinggi hanya sebesar 12 persen.

Dengan kata lain, mayoritas angkatan kerja merupakan masyarakat dengan berpendidikan rendah seperti SD, SMP, dan SMA.

Esther pun khawatir kondisi tersebut dapat membawa bencana atau berdampak buruk pada saat Indonesia mendapatkan bonus demografi tahun 2045.

Oleh sebab itu, kata dia, calon angkatan kerja, harus dibekali pendidikan dengan bekal keterampilan yang tinggi dan sesuai.

"Ini harusnya dikupas juga, apalagi kan kita banyak generasi Z nanti. Bagaimana nasib angkatan muda yang bisa mendapatkan pekerjaan, kalau angkatan muda tidak mendapatkan pekerjaan lalu mereka menjadi pengangguran," kata Esther.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement