REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tarik ulur keputusan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dikhawatirkan berdampak pada konsumen. Meski keputusan kenaikan BBM bersubsidi masih menunggu ketok palu kompensasi dari DPR RI tapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan dampak wacana kenaikan harga bisa saja dirasakan kelompok ini.
"Harga yang diterima konsumen tentu akan mengalami kenaikan meski keputusan pasti belum ada," kata Ketua YLKI Husna Zahir pada Republika, Rabu (1/5). Walau bukan harga BBM yang naik namun sejumlah barang utama yang diangkut dengan BBM seperti pangan dipastikan akan meningkat.
Karenanya, Husna meminta pemerintah sigap dengan kondisi ini. Meski penundaan kenaikan dilakukan hingga Juni, kondisi psikologis produsen yang tertekan dengan kenaikan bakal menjadikan konsumen sebagai objek utama yang menanggung rasa cemas produsen.
"Pemerintah harus sadar kalau keputusan harga BBM ini bukan hanya terkait satu kementrian saja dan satu aspek kehidupan masyarakat saja. Tapi satu keseluruhan kehidupan masyarakat," jelasnya.
Sehingga untuk menekan kenaikan harga seperti bahan pokok di masyarakat, koordinasi dengan kementrian lain perlu dilakukan. Misalnya koordinasi Kementrian ESDM dengan Kementrian Industri dan Kementrian Perdagangan harus dilakukan untuk mengontrol efek berkelanjutan wacana ini.
Berbeda dengan konsumen, baik pengusaha maupun Pertamina mengaku tarik ulur soal BBM bersubsidi tak memiliki dampak pada keduanya. "Sampai sejauh ini tidak ada pengaruh signifikan. Semua berjalan normal," kata Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Migas (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi.