REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Harry Azhar mengatakan bingung dengan langkah pemerintah. Pasalnya, saat meminta kenaikan BBM bersubsidi 2012 lalu yang berujung pada penolakan DPR, pemerintah tak pernah meminta adanya kompensasi yang diberikan pada rakyat.
"Ini perencanaannya bagaimana. Harusnya sudah diantisipasi dimasukkan bahwa kalau ada penghematan sendiri. Tapi ini pemerintah tidak ada perencanaan," jelasnya, Selasa (30/4).
Ia menegaskan bila bentuk kompensasi yang diajukan pemerintah terkait BLT, pastinya akan ada perdebatan keras di kalangan dewan. Pasalnya, BLT terkait pencitraan partai penguasa semata.
"Kalau ada voting, ini (BLT) bisa gagal," tegasnya. Pada akhirnya, ujar dia, pemerintah tidak menyelesaikan masalah jebolnya anggaran karena subsidi BBM yang meningkat dan mengalihkan tanggung jawab ke pemerintahan baru saja.
Sementara itu, anggota DPR lainnya menegaskan tak bisa memutuskan soal kompensasi BBM bersubsidi dalam waktu singkat. Menurut anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Satya W Yudha masa reses DPR saja baru akan berakhir 15 Mei ini.
Lagipula, pembahasan yang akan dilakukan juga harus melihat substansi yang dilihat. "Kalau yang diajukan tidak macam-macam, pembahasan bisa cepat tapi kalau sebaliknya akan panjang," tegasnya.
Soal apa bentuk kompensasi-pun tak bisa instan diketok. "Posisi fraksi Golkar misalnya, kita ingin kompensasi masuk ke dalam infrastruktur desa, pembangunan daerah," katanya.
Menurutnya Golkar menolak jika bentuk kompensasi harus melalui bantuan langsung tunai (BLT) atau beras miskin. Selain tidak mendidik, raskin misalnya juga tak memiliki mutu baik untuk dikonsumsi masyarakat.