Selasa 30 Apr 2013 14:57 WIB

Kinerja Emiten Batu Bara Melambat

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Tambang batu bara
Foto: Antara
Tambang batu bara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Emiten-emiten batu bara boleh jadi gigit jari di sepanjang kuartal pertama 2013. Pasalnya fluktuasi harga batu bara membuat laba dan penjualan perseroan tergerus.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, harga batu bara acuan sejak Januari padahal mengalami kenaikan. Harga acuan Januari 2013 dipatok 87,55 dolar AS per ton. Harga ini naik 0,91 persen di bulan berikutnya dan per Maret naik menjadi 90,09 dolar AS per ton. Per  April 2013 tercatat senilai 88,56 dolar AS per ton.

Namun sepanjang semester kedua tahun lalu harga batu bara memang mengalami fluktuasi. Harga terendah terjadi di November 2012, yaitu di harga 81,44 dolar AS per ton. Sedangkan harga tertinggi di enam bulan terakhir 2012 terjadi di Juni 2012, yaitu 96,65 dolar AS per ton.

PT Adaro Energy Tbk membukukan penurunan pendapatan usaha di sepanjang kuartal satu 2013 sebesar 6,6 persen. Pendapatan usaha yang dproleh perseroan hanya 3,72 miliar dolar AS. Laba tahun berjalan perseroan mengalami penurunan 30 persen menjadi 385,35 juta dolar AS.

Direktur Utama Adaro Garibaldi Tohir mengungkapkan penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya volume penjualan dan harga jual rata-rata yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. "Kondisi pasar batubara belum kondusif," kata Garibaldi, akhir pekan lalu. Pada penutupan perdagangan sesi pertama saham Adaro turun 3,25 persen ke level Rp 1.190.

PT Bukit Asam Tbk juga membukukan penurunan laba dan pendapatan. Pendapatan perseroan turun sekitar 7 persen menjadi Rp 2,78 triliun. Pada kuartal pertama 2012 emiten pelat merah ini memperoleh laba senilai Rp 3,02 triliun.

Laba bersih perseroan tercatat turun menjadi Rp 493,18 miliar. Padahal di periode yang sama tahun sebelumnya perseroan memperoleh laba sebesar Rp 867,34 miliar.

"Perolehan tersebut dipengaruhi oleh volume penjualan batu bara, harga rata-rata batu bara dan persedian akhir batu bara," kata Sekretaris Perusahaan PTBA, Joko Pramono. Saham PTBA turun 0,99 persen menjadi Rp 15.000.

Hal senasib dirasakan PT Toba Bara Sejahtera Tbk. Pada kuartal pertama laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk perseroan turun 37,9 persen menjadi 3,21 juta dolar AS. Penjualan perseroan turun 2,68 persen menjadi 94,94 juta dolar AS. Beban pokok penjualan naik lima persen menjadi 80,55 juta dolar AS.

Analis Universal Broker Indonesia Satrio Utomo pesimistis dengan pencapaian kinerja emiten batu bara di akhir tahun. Menurutnya saat ini harga batubara terus turun namun beban operasional justru meningkat. "Sehingga investor sulit memutuskan membeli saham batubara," kata Satrio.

Di sisi lain Analis Trust Securities Reza Priyambada menilai harga batubara yang ditawarkan perusahaan biasanya ditawar lebih rendah dari harga kontrak. Sehingga hal ini menggerus keuntungan perusahaan yang bergerak di sektor tersebut. Jika harga jual ke perusahaan tidak dtingkatkan, maka biaya operasional tidak bisa ditutupi sehingga laba berkurang.

Ia menilai dengan kondisi ekonomi global saat ini yang terus membaik harga batu bara akan meningkat. Namun perlu diperhatikan emiten-emiten batubara diharapkan tidak menargetkan kinerja terlalu tinggi. "Kondisi ekonomi mendukung kenaikan, namun perusahaan perlu realistis," ujar Reza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement