REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Riasan wajah nenek Yohena sederhana, tapi tampak cantik.
Wajahnya dirias lembut dengan make-up yang membuatnya tampak lebih muda. Ia mengenakan baju muslim warna cokelat.
Wanita usia 60 tahun ini adalah salah satu peserta lomba fashion kebaya dan baju muslim dalam rangka hari Kartini. Tak sia-sia, dewan juri menobatkannya sebagai juara favorit untuk kategori busana muslim.
Ternyata, Hari Kartini bukan hanya milik anak-anak sekolah dan kaum muda. Kakek nenek di panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur pun turut berpartisipasi menyambut hari Kartini.
Bersama dengan Persatuan Istri Karyawan Teklomsel (Perikasel), Rabu (17/4) lalu, puluhan kakek nenek ini menyambut hari Kartini dengan lomba fashion. Tak hanya katagori kostum kebaya terbaik, lomba fashion ini juga menampilkan busana muslim terbaik.
Oma dan opa berlomba-lomba tampil menjadi yang paling cantik dan paling gagah. Raut gembira terpancar mereka mengikuti lomba ini. Beberapa dari mereka bahkan menyempatkan ke salon untuk lomba ini.
Ketua Perisakel Lita Alex J. Sinaga mengatakan agenda ini bertujuan untuk berbagi dalam memperingati Hari Kartini setiap 21 April sekaligus ulang tahun telkomsel ke 18 pada Mei mendatang. Usai lomba, Perisakel mengunjungi kamar-kamar di panti ini, menyapa oma dan opa yang tak mengikuti lomba.
“Kami memilih panti sosial untuk berbagai karena salah satu dari fungsi Telkomsel adalah peduli dengan lingkungannya,” ujar Lita.
Dalam bakti sosial ini, Telkomsel sekaligus juga memberikan hadiah kepada sekitar 200 penghuni panti. Ia berharap bantuan yang diberikan mampu memberikan semangat dan bisa menyambung silaturahim dengan penghuni panti yang umumnya tak memiliki keluarga lagi.
Bantuan yang diberikan antara lain paket kebersihan lingkungan panti, paket kesehatan dan obat-obatan, paket MCK (handuk besar dan kecil, peralatan mandi, shampo, minyak kayu putih, celana pendek, kaos dan daster), dan 100 paket susu kalsium.
Petugas perawat panti Didy Ponidy mengatakan kedatangan tamu selalu memberikan semangat yang berbeda bagi penghuni panti ini. Menurutnya, ada nilai tambah yang luar biasa ketika ada tamu yang berkunjung.
“Sapaan-sapaan itu bisa menjadi penyejuk buat mereka,” ujar pria yang sudah puluhan tahun bekerja di panti social ini.
Sekitar 200 orang yang tinggal di panti itu, kata Didy, umumnya tidak lagi memiliki keluarga. Sehari-hari, mereka biasa bergaul satu sama lain. Kedatangan tamu, kata dia membuat manula ini memiliki suasana baru.
Dua ratus orang yang tinggal di panti ini tinggal dalam lima wisma. Dua wisma dihuni oleh manula yang harus mendapatkan pelayanan penuh. Empat wisma dihuni oleh manula yang masih bisa beraktivitas.
Panti yang dibangun dengan luas satu hektar ini dikelola oleh tiga perawat petugas panti. Di bulan-bulan tertentu, ada mahasiswa yang sedang praktek membantu aktivitas di pantu ini. Jika tidak ada, semua aktivitas dilakukan oleh tiga petugas ini.
"Makanya kalau ada tamu, mereka senang. Mengingatkan kepada keluarga," ujarnya.