REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih terus mengkaji berbagai opsi terkait upaya pengendalian subsidi bahan bakar minyak (BBM). Terkait sengkarut subsidi BBM, pengamat energi Kurtubi memiliki dua opsi yang dapat dengan segera diimplementasikan pemerintah yaitu percepatan pembangunan infrastruktur gas dan menaikkan harga.
Hal ini disampaikan Kurtubi kepada ROL, Ahad (14/4). Menurutnya, percepatan pembangunan infrastruktur gas dimaksudkan agar konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) dapat berjalan. Sebab selama ini prasarana maupun sarana untuk menggunakan BBG yang dihasilkan pemerintah sangat minim. "Saya meyakini konversi ini tak akan ada dampak inflasi," tutur Kurtubi.
Solusi berikutnya adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. Pemerintah, kata Kurtubi, harus menjelaskan kepada masyarakat bahwa kenaikan harga penting untuk menekan beban subsidi. Terlebih untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 saja, belanja subsidi BBM telah mencapai Rp 193,8 triliun.
Opsi-opsi yang berkembang untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi seperti penggunaan teknologi informasi dinilai Kurtubi tidak akan efektif. Terlebih, dibutuhkan biaya yang besar untuk melakukan pengadaan prasarana dan sarana pembatasan di lapangan. "Sebaiknya IT dibatalkan karena itu bisa diakali. Penggunaan IT juga identik dengan proyek," ujar Kurtubi.
Apabila kenaikan harga berhasil dieksekusi, Kurtubi menyebut hasil penghematannya dapat dialihkan untuk membangun infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan dan lain-lain. Pemberian bantuan langsung tunai (BLT) yang belakangan didengungkan oleh pemerintah dinilai sebagai bentuk pembodohan kepada masyarakat."Penggunaan BLT jelas mencederai demokrasi. Apalagi di tahun politik seperti saat ini," kata Kurtubi.