REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengusahakan kajian mengenai remunerasi dan gaji para direksi bankir di Indonesia. Kajian tersebut terutama merujuk pada peraturan good coorporate governance (GCG).
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Irwan Lubis mengatakan akan melihat cukup tidaknya penetapan remunerasi ini hanya menggunakan aturan GCG. "GCG-nya itu dilihat dari tiga faktor, yaitu governance structure, governance process, dan outcome," katanya dijumpai Republika di Jakarta, Selasa (9/4).
Setidaknya ada 11 aspek yang dikaji, termasuk di dalamnya cara kebijakan remunerasi dilakukan. Sistem remunerasi direksi perbankan, kata Irwan, akan ada kebijakan transparan yang merujuk pada remunerasi di industri perbankan.
Ini akan ditelaah bersama Komite Remunerasi dan Nominasi yang menetapkan gaji terbawah hingga gaji teratas bankir. Kemudian, hasil telaah itu akan diturunkan ke dalam satu kebijakan yang disetujui dewan komisaris perbankan bersangkutan.
Remunerasi bankir berlatar belakang banyaknya bank-bank di Amerika yang rusak akibat krisis ekonomi global. Sebelum krisis, disparitas antara gaji dan bonus bankir-bankir di Amerika menembus 80 persen dari total gajinya setahun. Regulator keuangan akhirnya memotongnya menjadi 50 persen.
Indonesia sebagai salah satu anggota G20 ikut mengantisipasi hal ini dan menetapkan besaran kompensasi untuk menghindari risiko kerugian yang sama di masa mendatang. Sebab, untuk negara seukuran Indonesia, gaji bankirnya bisa mencapai dua kali lipat dari gaji bankir Malaysia dan 12 kali lipat dari gaji bankir di Filiphina.
Jika sistem remunerasi bagus, kata Irwan, maka akan berkolaborasi positif terhadap penampilan pegawai bank. Pada akhirnya ini mendukung kinerja industri perbankan. BI mengusahakan kajian ini selesai tahun ini. Jika tidak, BI akan mengirimkan hasil kajiannya ke Otoritas Jasa Keuangan.