Jumat 22 Mar 2013 17:53 WIB

Pengusaha Tuding Distribusi Buruk Penyebab Harga Naik

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Distribusi menjadi salah satu tersangka yang menyebabkan kenaikan harga komoditas. Distribusi di Indonesia dinilai masih sangat buruk, mengakibatkan pasokannya di pasaran tidak sesuai kebutuhan.

Cuaca buruk menyebabkan sulitnya distribusi komoditas ke pasar-pasar. Hal ini berdampak pada kenaikan harga barang, termasuk cabai. "Masalah kita memang selalu pada mengatur logistik karena pengangkutan mahal," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Jakarta, Jumat (22/3).

Distribusi logistik telah menjadi masalah sejak lama di Indonesia. Buruknya distribusi menyebabkan pasokan komoditas menjadi terhambat sehingga melambungkan harga.

Buruknya distribusi juga mengakibatkan penurunan kualitas komoditas. Cabai banyak yang busuk di perjalanan sehingga jumlah yang dijual tidak sesuai dengan yang didistribusikan. Hal ini mendorong pengusaha untuk lebih mudah mengimpor daripada distribusi.

Dampak dari kenaikan harga cabai akan terasa pada pelaku usaha yang bergerak di sektor konsumen, terutama makanan. Pengeluaran akan meningkat sedangkan harga jual belum tentu meningkat.

Harga rata-rata cabai per 22 Maret mencapai Rp 27.704 per kilogram (kg). Jumlah ini mengalami kenaikan bulanan sebesar 8,3 persen. Harga cabai merah keriting secara nasional per 22 Maret mencapai Rp Rp 28.266 per kg atau naik Rp 1.000 dibandingkan hari sebelumnya.

Sementara itu Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan importir bawang putih telah berkomitmen melepas bawang dengan harga Rp 15 ribu per kg. Secara bertahap sudah 239 ribu kilogram bawang putih yang dilepas dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. "Sudah secara tertulis importir akan melepas ke distributor dengan harga Rp 15 ribu per kg," kata Gita.

Kementerian Perdagangan juga akan terus meninjau kembali keberadaan importir terdaftar (IT). Pasalnya masih banyak yang menilai keberadaan IT ini sudah terlalu banyak. Bahkan beberapa di antaranya dianggap tidak layak.

Kementerian akan menelaah lebih dalam apakah kriteria yang dipakai untuk IT tersebut sudah layak. "Kita cek ulang," ujar Gita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement