Kamis 14 Mar 2013 14:45 WIB

Perizinan Impor Diusulkan Satu Pintu

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Seorang pedagang menata berbagai jenis buah impor (ilustrasi).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Seorang pedagang menata berbagai jenis buah impor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah berjanji pelayanan izin impor akan lebih sederhana. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan pemerintah berniat menerapkan pola pelayanan satu pintu untuk perizinan impor.

Artinya, nanti pelayanan pendaftaran untuk importir terdaftar (IT), pengajuan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dan surat persetujuan impor (SPI) dilakukan di satu tempat. Selama ini, mekanisme perizinan impor dilakukan di dua kementrian.

Pendaftaran IT dilakukan di kementrian perdagangan, pengajuan RIPH di kementrian pertanian dan pengajuan SPI dilakukan oleh kementrian perdagangan lagi. Importir harus ‘bolak-balik’ diantara dua kementrian tersebut. Mekanisme impor ini didasarkan pada peraturan menteri perdagangan dan peraturan menteri pertanian tentang impor produk hortikultura. Aturan ini mulai diterapkan sejak Juni 2012 lalu.

Cara ini, kata dia sudah diterapkan untuk mekanisme penanaman modal asing (PMA) yang sudah dilakukan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Investor asing bahkan bisa memantau sudah sejauh mana proses perizinan berlangsung.

“Di satu tempat supaya jauh lebih efisien. Ke depan bisa meningkatkan tingkat tranparansi proses pemberian ijin,” ujar Gita, Kamis (14/3).

Gita mengatakan selama ini proses pemberian izin cenderung cukup lama. Akibatnya, untuk komoditas tertentu yang tidak diproduksi di Indonesia kerap kali mengalami kelangkaan akibat keterlambatan impor, misalnya bawang putih.

“Sudah kita bahas bersama Kementan. Kita sudah mengetahui langkah apa saja yang dalam waktu dekat ini untuk menyikapi,” ujar dia.

Namun, ia enggan menjelaskan lebih jauh mengenai penerapan sistem ini. Ia mengatakan akan terlebih dulu melaporkan kepada menteri koordinator perekonomian dan dalam sidang kabinet.

Ditemui terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengakui dengan adanya peraturan yang baru ini memang cukup membuat pengusaha lebih sulit mendapatkan impor produk hortikultura.

Ia memaklumi mekanisme perizinan itu bertujuan untuk melindungi petani. Namun, ia berharap mekanisme impor ini jangan sampai menyulitkan pengusaha untuk mendapatkan bahan baku. Pasalnya, sekitar 60-70 persen bahan baku industri dipereoleh dari impor. Bahan baku yang diperlukan antara lain untuk pembuatan jus atau konsentrat.

Ia mengusulkan mekanisme pemberian izin impor tidak dilakukan per pengapalan atau shipment. Selama ini, RIPH diberikan per pengapalan dan dalam jangka waktu empat bulan saja.

Sementara, kata Adhi, pengusaha membutuhkan rencana jangka panjang. Pengusaha, kata dia memerlukan jaminan pasokan bahan baku setidaknya selama satu tahun. “Kita minta setahun dengan planning yang baik,” ujarnya.

Untuk mengontrol impor, pemerintah menurut dia bisa mengawasi dengan memberikan kartu kendali sebagai sistem pencatatan realisasi importasi per bulannya. Beberapa komoditas yang belum diproduksi di dalam negeri menurutnya bisa dikecualikan dari ketentuan perizinan yang cukup rumit ini.

“Komoditas yang tidka diproduksi dalam negeri atau produksinya kecil bisa dikecualikan sehingga tidak menghambat,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement