Rabu 13 Mar 2013 13:00 WIB

Kementan Diminta Jangan Lambat Urus RIPH

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Bawang putih
Foto: Budi Afandi/Antara
Bawang putih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) dinilai lambat dalam mengimplementasikan kebijakan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Ketua Komisi IV DPR M Romahurmuziy meminta pemerintah bergerak lebih cepat dalam memberikan RIPH.

"Kebijakan ini dilaunching Juni 2012, namun hingga saat ini kementan lambat menyesuaikan diri dengan irama usaha, padahal konsumen tidak bisa menunggu", ujar Romahurmuziy, Rabu (13/3).

Ia menyayangkan ada jeda yang cukup lama RIPH diterbitkan. RIPH, kata dia belum terbit di akhir Desember 2012 hingga awal triwulan pertama 2013. Hal ini kata dia memungkinkan importir nakal justru bermain-main dengan kekosongan kebijakan ini, dengan hanya menggunakan Pemberitahuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Akibat kelambanan penerbitan RIPH ini, kata dia barang menumpuk. Padahal, harga di pasaran sudah semakin tinggi. Ia mengatakan Komisi IV telah membentuk Panja Pengawasan Impor Horti yang  dengan secara berkala nantinya akan memanggil unit kerja maupun asosiasi terkait.

"Kami minta pemerintah melakukan upaya cepat dan terukur untuk menormalisasi harga produk hortikultura yg naik menggila, ini jelas karena kelangkaan, " ujarnya.

Keterlambatan dikeluarkannya RIPH ini telah mengerek harga bawang putih melambung. Harga bawang putih di beberapa daerah naik hingga Rp 30 ribu, bahkan lebih tinggi. Produksi petani di Indonesia hanya memenuhi 10 persen kebutuhan masyarakat. Sebanyak 90 persen bawang putih berasal dari impor.

Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono beralasan terlalu banyaknya importir menjadikan proses keluarnya RIPH cukup lama. Ia mengatakan masing-masing komoditas hortikultura harus mendapatkan izin impor dari Kemendag.

"Aturannya setiap komoditas harus ditandatangani oleh dirjen. Inilah yang menjadikan ada faktor keterlambatan," ujar Suswono.

Suswono mengatakan untuk RIPH yang diberikan kepada 131 importir terdaftar (IT) hortikultura, pihaknya harus menandatangani sebanyak 3300 dokumen. Khusus importir bawang ada 114 IT. Ia mengaku akan segera mengevaluasi apakah kebijakan ini cukup efektif atau tidak. Jika memungkinkan ia menginginkan satu perusahaan hanya memerlukan satu dokumen aja.

Namun, jika cara ini jadi diberlakukan, ia tidak ingin pengawasan terhadap masing-masing komoditas itu semakin longgar. Pasalnya, di balai karantina di pelabuhan, menurutnya akan lebih mudah mengawasi jika satu komoditas memiliki satu dokumen tersendiri.

"Tentu saja ini akan dievalasi sehingga akan mempercepat tapi jangan kemudian menimbulkan ekses pengawasan menjadi lemah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement