Kamis 28 Feb 2013 17:07 WIB

131 Importir Ajukan RIPH

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Produk Hortikultura (Ilustrasi)
Foto: infopublik.org
Produk Hortikultura (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Jumlah importir terdaftar (IT) yang mengajukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) meningkat drastis. Pada periode Januari hingga Juni 2013, sebanyak 131 perusahaan IT mengajukan RIPH.  Sebelumnya, hanya 74 perusahaan yang mengajukan RIPH pada periode Oktober sampai dengan Desember 2012.

"Perhitungan RIPH akan menggunakan data IT yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag)," ujar Direktur Pemasaran Domestik, Sri Kuntarsih di kantor Kementan, Kamis (28/2).

Namun Kementan belum menentukan besaran kuota impor untuk masing-masing perusahaan. Lambatnya penetapan kuota antara lain karena terdapat revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 60 tahun 2012 terkait RIPH. Hasil konsultasi dengan Amerika atas arahan World Trade Organisation (WTO) pun menjadi salah satu alasan Permentan ini perlu direvisi.

Terdapat 300 produk hortikultura yang diperdagangkan. Sebanyak 20 komoditas diantaranya terdiri dari 57 pos tarif. RIPH diberikan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kapasitas gudang, pengalaman importir dan kepemilikan tempat penyimpanan (cold storage).

Kapasitas gudang nantinya disesuaikan dengan IT yang diterbitkan oleh Kemendag. Terdapat tiga importir yang ditolak permohonannya terhadap RIPH. Penolakan ini disebabkan ketiganya tengah menjalani proses hukum.

Selain itu ada indikasi perusahaan pemilik IT yang ternyata tidak memiliki tempat penyimpanan berpendingin (cold storage). Perusahaan seperti ini akan dikenakan pengurangan alokasi impor sebesar 10 persen dari hasil perhitungan. Mutu dan kualitas buah impor milik perusahaan tersebut juga akan diawasi."Produk buah impor harus dalam kondisi yang baik untuk dikonsumsi," ujar Sri.

Masa berlaku RIPH ini berlaku sampai 30 Juni 2013. Selanjutnya hanya perusahaan yang memiliki gudang berpendingin yang dapat mengajukan RIPH buah dan sayuran segar untuk konsumsi. RIPH untuk bahan baku industri diterbitkan mengacu pada Surat Pertimbangan Teknis dari kementrian Perindustrian. Sementara RIPH olahan untuk konsumsi diterbitkan berdasarkan Surat Persetujuan pemasukan Prooduk Hortikultura di Badan Pengawasan Obat dan makanan (BPOM).  

Salah satu akibat keterlambatan RIPH ialah tersendatnya rencana impor bawang. Namun Kementan menyatakan segera melakukan impor bawang dalam waktu dekat. Harga bawang putih dipasaran sat ini mencapai Rp 30 ribu per kilogram (kg). Sebelumnya, kisaran harga bawang mencapai Rp 12 ribu per kg. Selain harganya tinggi, bawang juga sulit ditemukan di beberapa sentra produksi. "Sudah ada rencana impor bawang," menurut Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementan, Haryono kepada ROL.

Ketua Umum Dewan Hortikultura nasional, Benny Kusbini berharap keran impor unutk komoditas bawang segera dibuka untuk saat ini. Pasalnya, industri mulai kesulitan mendapatkan bahan baku bawang. Misalnya saja industri mie. Nanti segera setelah panen, keran impor harus ditutup kembali. "Jangan sampai industri berhenti karena tidak ada pasokan," ujar Benny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement