REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha menyatakan industri kayu hutan mangrove jalan di tempat. Saat ini produksi kayu hutan mangrove hanya menghasilkan 100-150 meter kubik per hektare (ha). Kisaran produksi kayu mangrove ini bertahan sejak tahun 2010.
"Hanya sedikit yang tertarik mengolah mangrove," ujar pendiri Yayasan Mangrove Indonesia, Fairus Mulia, Ahad (24/2).
Keengganan pengusaha disebabkan oleh minimnya pengetahuan mengenai industri olahan kayu mangrove. Harga kayu mangrove pun bertahan di angka Rp 400 ribu per satu meter kubik.
Tak hanya itu, pengusaha kayu mangrove juga kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang bersedia menggarap lahan. Daerah mangrove yang sangat basah dan penuh nyamuk membuat sumber daya manusia enggan bekerja di industri ini. Akibatnya hasil produksi kian mandek.
Luas kawasan mangrove di Indonesia mencapai 4,2 juta ha. Dari jumlah ini, sekitar 2 juta ha dijadikan kawasan produksi. Padahal, mangrove dapat diproduksi di empat kelas lingkungan, yaitu pantai, delta, pulau dan lumpur. Masing-masing lingkungan membutuhkan sistem pengolahan yang spesifik, dengan hasil akhir produksi yang berbeda pula. "Kebanyakan orang hanya tahu mangrove di daerah pantai," ungkap Fairus.
Mangrove yang diproduksi di delta dikatakan lebih cepat tumbuh. Sebanyak 80 persen mangrove ditumbuhkan dari tunas bekas tebangan. Sementara 20 persen sisanya diproduksi dalam lumpur. Sebagian besar mangrove yang tumbuh berupa jenis-jenis bakau (Rhizophora Mucronta, Rhizophora Apiculata). Selain produksi kayu, mangrove juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi para penambak udang dan kepiting.
Nilai olahan kayu mangrove tertinggi berupa arang. Produksi arang merupakan komoditas ekspor diantaranya ke Jepang, Korea dan Eropa. Arang olahan mangrove pun dikatakan makanan terbaik bagi ternak. Dalam setahun, ekspor mangrove baru mencapai 150 hingga 200 ribu meter kubik.
Saat ini pengusaha dihadapkan pula dengan perambah liar yang melanggar prinsip kelestarian hutan. Mereka menebang mangrove yang belum mencapai diameter 10 cm. "Terjadilah degradasi ekosistemm mangrove," ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Purwadi Soeprihanto.
Hasil kajian Kemenhut tahun 2008 menyebutkan manfaat ekonomi ekosistem mangrove mencapai Rp 29,152 juta per ha per tahun. Produk hasil kayu mangrove antara lain arang, kayu bakar, serpih kayu dan pulp. Hasil hutan bukan kayu mangrove yaitu tanin, produk nipah, madu, bahan makanan dan minuman serta bahan batik.