REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Harga susu segar yang terlalu rendah dikhawatirkan akan mengurangi produksi susu Indonesia. Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) Teguh Boediyana mengatakan rendahnya harga susu yang diterima pertani tidak sebanding dengan biaya produksi.
“Kami meminta pemerintah (kementrian perindustrian) bisa memediasi antara peternak lokal dengan industri pengolah susu,” ujar Teguh, saat ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Kamis (21/2).
Biaya produksi susu untuk satu liter mencapai Rp 4.100. Sementara, saat ini harga yang diterima peternak saat ini Rp 4.000. Ia menginginkan pemerintah bisa campur tangan sehingga harga susu bisa mencapai Rp 4.300 untuk kekentalan 11,3 persen.
Ia mengatakan peternak susu mengalami kenaikan biaya akibat harga pakan yang baik. Saat ini, produksi susu segar nasional mencapai 1800 ton per tahun. Ia khwatir jika harga susu tidak sesuai diinginkan peternak, sementara harga daging sapi terus naik, peternak lebih memilih menjual daging.
Dalam jangka panjang, kata dia hal ini bisa mengakibatkan penurunan populasi sapi sehingga produksi susu segar terus berkurang. Padahal, saat ini susu segar nasional hanya bisa memenuhi 25 persen kebutuhan susu. Sisanya, sebanyak 75 persen kebutuhan susu diimpor. Nilai impor ini per tahunnya mencapai 700 juta dolar AS.
Teguh mengatakan dengan harga yang tidak menguntungkan ini, menyebabkan peternak tidak bergairah. Jika dibiarkan terus, ia khawatir di tahun 2020, seratus persen kebutuhan susu nasional harus dipenuhi dari impor. Ia juga berharap pemerintah bisa merangsang produksi susu dengan mewajibkan minum susu bagi anak-anak sekolah. Cara ini menurut dia sudah banyak dilakukan di luar negeri.
Ia mencontohkan, delapan juta siswa Thailand dan 12 juta siswa di Iran mendapatkan susu secara gratis. Jika ini dilakukan di Indonesia, menurut dia akan bisa memicu produksi susu nasional.