Rabu 13 Feb 2013 15:08 WIB

Mencari Sosok Nomor Satu BI yang Paham Makroprudensial

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Bank Indonesia
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok Darmin Nasution dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 21 September 2010 lalu. Setahun sebelumnya, beliau sudah menjabat Pelaksana Tugas Gubernur BI menggantikan Boediono yang naik ke tahta wakil presiden. Tak lama lagi, masa jabatan pria kelahiran Tapanuli, 21 Desember 1948 ini segera berakhir.

DPR juga mengingatkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera mengajukan nama calon pengganti Gubernur BI. Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan DPR sudah melayangkan surat kepada Presiden. "Posisi aktual BI sekarang itu banyak yang kosong. Jika penetapan Gubernur BI yang baru juga terlambat, berarti Presiden melakukan pelanggaran, meskipun tak ada sanksi untuk itu," kata Harry kepada ROL, Rabu (13/2).

Pada Pasal 37 Ayat 1 Undang Undang BI, Dewan Gubernur terdiri dari Gubernur BI, Deputi Senior, dan Deputi Gubernur. Deputi Gubernur minimal empat orang dan maksimal tujuh orang. Saat ini, kata Harry, posisi deputi senior kosong. Dengan ketiadaan itu saja, Presiden sudah melanggar UU BI. "Apalagi jika pemilihan Gubernur BI yang baru terlambat," katanya.

Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai keterlambatan pemilihan Gubernur BI sudah sering terjadi. Namun, hal itu tak menjadi masalah bagi industri perbankan. Selama mekanismenya berjalan baik, BI akan mendapatkan putra terbaik bangsa yang bisa memimpin BI.

"Menurut catatan kami, Gubernur BI yang dibutuhkan ke depannya adalah orang yang sangat ahli menangani makroprudensial," kata Sigit. Setelah transisi sebagian tugas mikroprudensial ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka Gubernur BI harus berlatar belakang kuat di bidang makroekonomi.

Seorang Gubernur BI harus memahami betul kedudukannya sebagai regulator dan sebagai pemegang otoritas yang bertanggung jawab di bidang makroprudensial dan moneter. Tak kalah pentingnya, kata Sigit, seorang Gubernur BI harus bisa berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Artinya, dia harus bisa berbaur dengan Menteri Keuangan, BI, dan OJK.

Pengamat Politik Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan menilai Presiden SBY harus mampu mengerjakan sederet hal yang perlu diselesaikan dalam waktu yang sama. "Urusan partai harus jalan, namun urusan negara juga harus jalan," katanya dijumpai terpisah.

Jika posisi pimpinan di sebuah pos kosong dalam waktu lama, maka orang akan mempertanyakan seberapa penting pos itu? Mengapa dibiarkan kosong berbulan-bulan? Menurut Anies, posisi Gubernur BI adalah posisi yang sangat penting untuk tetap diisi. "Kekosongan itu menimbulkan ketidakpastian sehingga bisa dirasuki ranah politik," ujarnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement