Senin 11 Feb 2013 17:02 WIB

Cukai Bukan Instrumen Utama Penerimaan Negara

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Cukai Rokok
Cukai Rokok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah pemerintah terkait wacana pengenaan cukai terhadap beberapa produk seperti telepon seluler, komputer genggam (handheld), komputer tablet hingga minuman berkarbonasi dan berpemanis dinilai telah menyalahi filosofi cukai. 

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai pemerintah saat ini telah keluar dari patron demi mengejar penerimaan negara.  "Ada setting yang salah di sini.  Cukai itu bukan instrumen utama dalam penerimaan negara," tutur Latif, Senin (11/2). 

Menurut Latif, cukai seharusnya digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol konsumsi suatu produk atau barang. Dia menilai pemerintah saat ini menggunakan pendekatan parsial dalam menggenjot penerimaan negara. 

Padahal, ungkapnya, semakin ekspansif kenaikan cukai terhadap produk tertentu, dapat berimplikasi pada penurunan pendapatan dari sumber penerimaan negara lainnya seperti pajak.  "Ini istilahnya masuk kantong kiri keluar kantong kanan," ujar Latif.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi sementara penerimaan cukai dalam APBN-P 2012 yang dilansir Januari 2013 mencapai Rp 95 triliun atau 114,1 persen dari target yang ditetapkan yakni Rp 83,3 triliun.  Sedangkan dalam APBN 2013, cukai ditargetkan menyumbang Rp 92 triliun bagi penerimaan negara.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengakui adanya wacana pengenaan cukai bagi telepon seluler, komputer genggam (handheld) dan komputer tablet.  Di samping tentunya wacana pengenaan cukai bagi minuman berkarbonasi dan berpemanis yang masih dalam tahap pembahasan. 

Menurut Bambang, pengenaan cukai alih-alih pajak kepada produk alat telekomunikasi itu disebabkan bea masuknya masih nol persen.  Pengenaan bea masuk tidak dapat dilakukan mengingat Indonesia terikat pada konvensi internasional.  "Kalau cukai boleh, sedangkan bea masuk tidak boleh," ujarnya. 

Lebih lanjut, Bambang mengaku belum dapat menyampaikan aspek-aspek apa saja yang terkena cukai produk alat telekomunikasi tersebut.  Meskipun demikian, terdapat insentif jika produksi barang-barang yang terancam terkena cukai itu tidak diimpor.  "Seperti rokok yang diimpor, kita kenakan cukai tertinggi."

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement