REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah bank besar di Indonesia menyatakan tertarik menjadi bank kontibutor untuk menyusun kuotasi (nilai) kurs yang akan menjadi acuan mata uang di dalam negeri untuk bertransaksi di luar negeri. Kuotasi kurs diperlukan untuk mengatur transaksi rupiah dan dolar AS, sehingga menghindari terjadinya spekulasi rupiah di luar negeri.
Nantinya, pelaku pasar di Indonesia dilarang menggunakan acuan mata uang dari Singapura yang biasa digunakan dalam transaksi valas di pasar luar negeri. Khususnya acuan dari Asosiasi Bank Singapura (ABS).
Direktur Utama Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmaja, menyambut baik rencana pengeluaran alternatif referensi kurs ini. "Saya tertarik menjadi bank kontributor," ujarnya kepada wartawan, Jumat (8/2). Jahja menilai panduan umum yang dikemukakan Bank Indonesia (BI) ini akan menunjukkan posisi riil rupiah dan dolar AS di dalam dan luar negeri.
Jahja mengakui, banyak pelaku pasar yang berpatokan pada nilai nondeliverable forwards (NDF) di Singapura. Padahal nilai kurs NDF di sana tidak kredibel dengan nilai yang sesungguhnya yang sering dimunculkan di sejumlah laman media ekonomi internasional.
Kuotasi kurs yang dibuat oleh bank kontributor di dalam negeri nanti, kata Jahja, bukan harga yang telah ditailor made. "Biasanya yang sudah ditailor made ini angkanya besar. Jika kita punya sendiri, maka setiap menitnya kuotasi kurs yang diterbitkan BCA, Bank Mandiri, dan BNI pasti riil," ujarnya.
Dijumpai terpisah, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Achmad Baiquni, mengatakan BI sudah melarang bank-bank betransaksi menggunakan skema NDF. Pelarangan itu sangat positif menjaga stabilitas rupiah. "Salah satu penyebab rupiah melemah itu ya NDF," katanya.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Menurut Achmad, bank-bank lokal tak ada yang mempraktikkan NDF, sebab tak ada underlyingnya. Apalagi, seluruh transaksi perbankan dilakukan di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hendar, mengatakan BI saat ini memberlakukan tiga referensi kurs. Pertama, kurs rupiah terhadap dolar AS yang dipublikasikan Reuters dan Bloomberg. Kedua, kurs transaksi pihak ketiga, yaitu kurs BI untuk betransaksi dengan bank lain dan tidak melibatkan bank note. Ketiga, kurs tengah untuk pelaporan Rupiah.
"BI akan menambahkan alternatif referensi kurs keempat, yaitu kurs spot," kata Hendar. Kurs spot ini yang nantinya akan dibentuk oleh sejumlah bank yang bersedia menjadi kontributor. BI sejauh ini terus berkomunikasi dengan asosiasi perbankan nasional. Sebab, ada 30 bank devisa di Indonesia yang mungkin saja salah satunya mengetahui praktik transaksi NDF tersebut. (Mutia