Kamis 07 Feb 2013 16:35 WIB

Peternak Pesimistis Swasembada Sapi Terwujud

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Daging sapi di supermarket   (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Daging sapi di supermarket (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Peternak Indonesia (HPI) pesimistis rencana swasembada sapi di tahun 2014 berhasil terwujud. Pasalnya, pemerintah dinilai tidak konsisten dalam menerapkan regulasi terkait rencana swasembada sapi.

Selama ini pemerintah juga tidak melakukan komunikasi efektif dengan peternak dan para //stakeholder// yang terkena pengaruh langsung terhadap regulasi. "Bagaimana kita swasembada kalau impornya jalan terus," ujar Ketua Umum HPI, Rudi Prayitno saat audensi di komisi IV DPR, Kamis (7/2).

HPI menyatakan jumlah sapi di Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negri. Namun ketiadaan jaminan pemerintah mengenai jumlah pasokan membuat industri bimbang. Imbasnya, ada indikasi kecurangan oleh pelaku usaha  di Indonesia. Diakui Rudi, harga jual sapi pasca dibatasinya kuota meningkat sekitar 20 persen sampai 25 persen.

Dalam kesempatan sama Asosiasi Pengusaha Daging dan Sapi Potong Indonesia (Apdasi) mengatakan kekurangan sapi terjadi di Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Kondisi ini diperparah dengan pasokan sapi yang sedikit dan berharga mahal.

Menurut Apdasi, tingginya harga sudah terjadi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Harga jual sapi karkas di RPH mencapai Rp 72 ribu per kilogram (kg). Dalam kondisi normal, sapi karkas dihargai sekitar Rp 55 ribu per kg. "Harga ini tidak rasional. Terus menanjak sejak Lebaran tahun lalu," ujar Ketua Umum Apdasi Dadang Iskandar, Kamis (7/2).

Tingginya harga membuat pasar lesu. Pedagang terpaksa menjual daging dengan harga lebih rendah dari pembelian. Akibatnya banyak pedagang yang memilih gulung tikar.

Di beberapa daerah, peternak anggota Aspidi sempat mogok jualan sebagai reaksi kenaikan harga ini. Peternak saat ini pun memilih membeli sapi perah yang lebih murah dibandingkan sapi bakalan.

Aspidi pun mengusulkan agar pemerintah melakukan impor sapi trading yang siap potong dibandingkan sapi bakalan atau bibit. "Selisih harga sapi trading yang lebih murah bisa menolong harga di tingkat konsumen," ujar tambah Dadang.

Saat ini DPR mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi ulang data dasar pencapaian swasembada. Data versi pemerintah dengan data milik pemerintah menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan.  Bahkan data lintas kementerian pun masih ada perbedaan.

"Data ketersediaan daging masih berada di grey area. Harus ada kesepakatan data antara kementrian urusan teknik, perdagangan dan industri," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo kepada ROL.

DPR menyatakan dukungan penuh terhadap rencana swasembada daging. Indonesia tidak bisa bergantung terus pada dua negara pengekspor, yaitu Australia dan Selandia Baru untuk menyediakan sapi bibit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement