Selasa 29 Jan 2013 18:11 WIB

Jangan Salahkan Cuaca untuk Kualitas yang Buruk

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Petani Cabai (ilustrasi)
Foto: informasi-budidaya.blogspot.com
Petani Cabai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca pembatasan sementara beberapa produk hortikultura impor, petani domestik mulai menunjukkan gairah bertanam. Di Dieng misalnya, petani yang sebelumnya enggan menanam wortel dan kentang kini mulai tertarik dengan komoditas ini.

"Apalagi harga jual wortel dan kentang sedang tinggi dibandingkan tahun lalu," ujar Mudasir, petani di dataran tinggi Dieng, Selasa (29/1). 

Harga wortel saat ini mencapai Rp 3.500 hingga Rp 5.000 per kilogram (kg). Musim penghujan tahun lalu, wortel sempat terpuruk dengan harga Rp 1.000 per kg. Anjloknya harga saat itu membuat petani wortel ragu melakukan penanaman. Lalu pada periode Desember 2012 hingga Januari 2013, produk wortel asal Thailand juga membanjiri pasar nusantara.

Tak hanya wortel, komoditas kentang juga semakin dilirik. Harga jual kentang saat ini mencapai Rp 5.500 hingga Rp 6.000 per kg. Tahun sebelumnya di bulan yang sama, kentang dihargai Rp 4.000 per kg.

Selain kentang dan wortel, kubis juga mengalami peningkatan harga jual yang pesat. Tahun sebelumnya, harga jual kubis rontok ke level Rp 300 per kg. Kini harga kubis membaik sampai Rp 1.000 hingga Rp 1.200 per kg.

Meskipun harga membaik, ganjalan cuaca ekstrem masih membayangi petani. Di Cianjur, petani cabai masih berjibaku dengan penyakit dan hama. Gangguan ini menyebabkan hasil produksi menyusut. "Tapi cuaca jangan dijadikan alasan kekal," ujar petani cabai, Dadi Sugiana.

Berkurangnya hasil produksi menurutnya hanya untuk sementara. Di bulan Februari, petani akan siap melakukan panen untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Agar kualitas cabai bagus, Dadi menyarankan pemakaian bibit terbaik, perbaikan cara pengolahan dan pemanfaatan rumah kaca (green house). Naungan rumah kaca bisa melindungi produksi dari faktor cuaca di segala musim. Sementara pemakaian bibit yang berkualitas bisa mencegah tanaman terserang hama dan penyakit.

Selain itu, perawatan produksi juga harus ditingkatkan. "Banyak petani yang belum terbiasa menjalankan perawatan yang benar. Masih perlu sosialisi," ujar Dadi.

Mekanisme perawatan tanaman juga disoroti petani di Jakarta, Mujafar Priyono. Lahannya saat ini subur ditanami buncis, bawang, cabai dan sawi. Berkaca dari sistem pertanian di Jepang, menurut dia, pertanian di Indonesia memang memerlukan banyak pembenahan mulai dari hulu seperti pembenihan. "Dengan benih yang bagus, sayuran yang tumbuh pasti bagus," ungkapnya kepada Republika.

Selain pembenihan, sambung Mujafar, teknologi pertanian di Indonesia masih tertinggal. Kelemahan ini membuat proses pengolahan tidak efisien dan menimbulkan pembengkakan biaya. Akibatnya, target produksi tanaman tidak tercapai. Jadwal tanam pun menjadi berantakan. 

Bicara kualitas, Mujafar meyakini produksi holtikultura petani domestik bisa diterima pasar. Saat ini, banyak restoran Jepang yang memakai produk petani lokal. Restoran Jepang menurutnya menerapkan standar yang cukup tinggi agar produksinya bisa diterima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement