REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – 2013 diprediksi menjadi tahunnya dinar dan dirham.
Pasalnya, di tahun ini dinar dan dirham mulai berlaku universal secara global sebagai mata uang tunggal Islam di bawah World Islamic Mint (WIM).
Direktur Public Interest Riset and Advocacy Center (PIRAC), Zaim Saidi, mengatakan mata uang tunggal Islam mirip euro dalam satu hal, yaitu satu sisi koin seragam dan sisi lain tergantung penerbitnya.
"Dinar dan dirham WIM ini semakin populer, di Amerika Serikat, Eropa, Asia dan Afrika," ujarnya, Rabu (9/1).
Dinar dan dirham WIM memiliki nilai sama di manapun sehingga tidak ada permasalahan dengan kurs. Menurut pria yang juga menjabat sebagai Direktur Wakala Induk Nusantara ini, dinar dan dirham adalah alat tukar, bukan investasi dan sekadar penjaga nilai.
Emas dan perak, kata Zaim, merupakan alat tukar paling stabil. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok.
Misalnya saja, harga seekor ayam pada masa Rasulullah SAW adalah satu dirham. Saat ini, harga seekor ayam tetaplah satu dirham karena nilai inflasinya nol. Keadaan ini sangatlah berbeda dengan dolar, rupiah atau mata uang lain.
WIM menetapkan standar dirham merupakan koin perak murni seberat 2,975 gram, sementara dinar adalah koin emas seberat 4,25 gram, berkadar 22 karat (91,7 persen). Menurutnya, dinar dan dirham sudah mulai beredar di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Untuk jangka panjang, sistem mata uang bimetal terbukti menjadi mata uang paling stabil. Dinar dapat digunakan sebagai simpanan, investasi penjaga nilai dan bisa pula sebagai sebagai pembayar zakat dan mas kawin.
Uang emas tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak secara terus menerus. Dinar dan dirham juga tidak akan dapat didevaluasi oleh sebuah peraturan pemerintah sebagaimana mata uang nasional.