Rabu 09 Jan 2013 13:19 WIB

TTL Naik, Tarif Sewa Mall terancam Naik

Rep: Sefti Oktarianisa / Red: Citra Listya Rini
Galaxy Mall, salah satu mal besar di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Foto: surabaya.go.id
Galaxy Mall, salah satu mal besar di Kota Surabaya, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok bisnis menentang kenaikan tarif tenaga listrik (TTL). Pasalnya berbeda dengan kelompok pelanggan lainnya, bisnis dikenakan kenaikan TTL paling tinggi hingga 27,5 persen.

Kenaikan di tiga bulan pertama tercatat sebesar 10 persen, lalu lima persen pada kenaikan di tiga bulan kedua, ketiga dan keempat. "Padahal sebelumnya pemerintah mengatakan kenaikan bakal sebesar 15 persen," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa di Jakarta, Rabu (9/1).

Karenanya, APPBI mengaku akan segera menyampaikan usulan ke pemerintah untuk kembali menyesuaikan TTL. Pemerintah diminta konsisten dengan ungkapannya semula, yang hanya akan menaikkan listrik maksimal 15 persen. 

"Kami minta maksimal kenaikan 15 persen, seperti yang mereka pernah sebutkan sebelumnya. Kami bukan minta subsidi tapi produksi dong listrik dengan murah," ujar Handaka.

Ditambahkannya lagi, bila kenaikan 27,5 persen ini tetap dilanjutkan pemerintah, hal ini bisa berimbas ke kenaikan harga barang dan jasa bagi konsumen. Karena, kenaikan listrik memiliki efek domino pada semua biaya operasional pengelola pusat perbelanjaan seperti trade center dan mall.

TTL membebani biaya operasional hingga 50 persen. Kenaikan upah minimun provinsi (UMP) hingga 44 persen juga akan menambah beban pengelola pusat perbelanjaan. 

Alhasil, pengelola harus menaikkan biaya pelayanan 15 hingga 20 persen ke para penyewa. Inilah yang memicu harga barang dan jasa ke masyarakat lebih mahal dari sebelumnya.

Menurut Handaka, tanpa kenaikan TTL pun sebetulnya  pemerintah bisa menekan subsidi energi untuk listrik dengan efisiensi energi primer pembangkit listrik yang digunakan PLN. "Lebih bijaksana kalau pemerintah dan PLN memproduksi listrik dengan harga yang murah," ujar dia. 

Secara terpisah, Dirjen Kelistrikan Kementerian ESDM Jarman menegaskan kenaikan TTL tak mungkin ditinjau ulang. "Subsidi yang selama ini mereka dapat kan memang besar dan kami sekarang hanya mengurangi subsidinya saja," katanya menjawab Republika.

Tapi ia tak menutup kemungkinan pemerintah bakal memberi skema keringanan. Ini dilakukan bukan dengan meninjau ulang besaran kenaikan TTL tapi lebih dengan memberikan kemungkinan pembayaran melalui metode pencicilan. 

"Kita pun berharap dari pengelola juga  ada kebijakan tertentu dari pengelola mall penyewa-penyewa kecil," ujar Jarman yang berharap swasta juga aktif bergerak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement