REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN--Indonesia, Malaysia dan Thailand masih bersepakat terus mengurangi ekspor karet hingga Maret 2013. Tujuan pengurangan kuota ekspor demi menaikkan harga jual komoditas yang tren menurun di tahun lalu.
"Seperti yang direncanakan pengurangan hingga 300.000 ton, dengan harapan harga bisa pulih di atas 3 dolar AS," kata penasehat di DPP Gabungan Perusahaaan Karet Indonesia (Gapkindo) Tjoe Min Fat, di Medan, Kamis (3/12).
Menurut dia, kebijakan pengurangan ekspor itu terlihat bermanfaat meski tidak secara otomatis, dimana harga karet mulai sedikit membaik menjelang akhir tahun 2012 dan diharapkan semakin membaik pada tahun ini.
"Hingga Kamis, belum terlihat situasi pasar karena pabrikan di luar negeri masih tutup.Tetapi ada prakiraan harga jual tren sedikit menguat,"kata Tjoe yang juga eksportir itu. Di pasar bursa Singapura, pada 2 Januari 2013, harga SIR 20 ditutup sebesar 3,06 dolar AS per kg untuk pengapalan Februari.
Harga itu naik dari harga penutupan di bursa pada 31 Desember 2012 yang sebesar 2,988 dolar AS untuk pengapalan Januari dan 3,012 dolar AS bagi Februari. Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah, menyebutkan, volume ekspor karet Sumut pada tahun 2012 turun 9,3 persen akibat dampak krisis global.
Pada 2012 hingga November, volume ekspor karet Sumut tinggal 449.091 ton dari periode sama 2011 yang sudah 495.046 ton. "Penyebab turunnya ekspor karet karena dampak krisis global yang menyebabkan daya beli melemah," katanya.
Penurunan nilai ekspor Sumut itu otomatis berdampak pada nilai ekspor komoditas itu, apalagi harga jual juga tren melemah.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Suharno, menyebutkan, berdasarkan data, nilai ekspor produk karet dan barang dari karet Sumut tahun lalu turun 33,31 persen menjadi 2,186 miliar dolar AS dari periode sama tahun 2011 yang sebesar 3,279 miliar dolar AS.