REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Harga minyak jatuh pada Kamis, menghapus keuntungan awal. Situasi itu menyusul berita suram dari Bank Sentral Eropa (ECB) dan menjelang data penting pembayaran upah nonpertanian di konsumen minyak mentah utama Amerika Serikat.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Januari merosot 1,61 dolar AS menjadi 107,20 dolar AS per barel pada akhir transaksi sore di London. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Januari, mundur 1,70 dolar AS menjadi 86,18 dolar AS per barel.
"Minyak mentah memperpanjang kerugiannya hari ini, karena kombinasi dari penjualan teknikal dan kekhawatiran pertumbuhan setelah ECB memangkas perkiraan PDB-nya untuk zona euro," kata analis Fawad Razaqzada di kelompok perdagangan GFT Markets.
Bank sentral yang berbasis di Frankfurt itu, Kamis, memutuskan untuk mempertahankan biaya pinjaman pada tingkat rekor rendah 0,75 persen, tetapi menambahkan bahwa keputusan itu tidak bulat.
Gubernur ECB Mario Draghi juga mengungkapkan bahwa staf bank telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro untuk 2012 dan 2013 dan membuat perkiraan awal untuk 2014.
"Euro bergerak terutama lebih rendah dan dolar naik saat Mario Draghi mengatakan, ECB telah 'berdiskusi luas' tentang penurunan suku bunga tetapi memutuskan untuk tidak mengubahnya," tambah Razaqzada.
"Investor mengabaikan angka klaim pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan, serta data tenaga kerja yang kuat dari Australia."
Pedagang juga mengambil petunjuk dari penurunan peringkat kredit Yunani dan data resmi baru yang menunjukkan bahwa ekonomi zona euro telah kontraksi 0,1 persen pada kuartal ketiga, mengirim blok mata uang 17-negara itu ke dalam resesi.
Minyak mentah berjangka telah berbalik naik (rebound) dalam transaksi pagi pada Kamis, sehari setelah jatuh karena tanda-tanda permintaan energi AS yang lebih lemah. Pasar jatuh pada Rabu, setelah sebuah laporan mingguan pemerintah AS menunjukkan bahwa persediaan bensin pekan lalu melonjak 7,9 juta barel, lima kali lebih banyak dari jumlah yang diperkirakan oleh pasar.
Kebuntuan politik di Washington dalam upaya menghindari "jurang fiskal" kenaikan pajak dan pemotongan belanja pada 1 Januari, yang kemungkinan melemparkan ekonomi AS kembali ke dalam resesi mempersuram sentimen pasar, kata para pedagang.