Jumat 23 Nov 2012 16:37 WIB

Pungutan OJK Turunkan Independensi

Rep: A. Syalaby Ichsan / Red: Djibril Muhammad
Pengamat pasar modal, Yanuar Rizky
Pengamat pasar modal, Yanuar Rizky

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Peraturan Pemerintah terkait enam jenis pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada industri jasa keuangan dinilai bakal menurunkan independensi lembaga superbodi tersebut. Pengamat pasar modal, Yanuar Rizky pun menyarankan agar OJK sebaiknya tidak melakukan pungutan secara langsung.

"Independensinya akan rendah. BEI saja yang SRO (Self Regulatory Organization) masih banyak fraud," ujar Yanuar saat dihubungi Republika, di Jakarta, Jumat (23/11). 

Yanuar menjelaskan, seharusnya pungutan bisa dilakukan tidak secara langsung. Akan tetapi, melalui pihak ketiga. Yanuar mencontohkan saat suatu emitten akan listing di bursa atau melakukan Initial Public Offering (IPO), otomatis akan membayar biaya administrasi. 

Menurutnya, emitten tersebut dapat membayarnya kepada penyelenggara transaksi yang akan diteruskan ke OJK. Sementara  untuk industri perbankan, ujarnya, iuran bisa dibayarkan melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Selain dari iuran tidak langsung, OJK dinilai bisa mendapatkan dana dari otoritas moneter dan otoritas fiskal atau Bank Indonesia (BI) dan pemerintah. Menurutnya, BI sudah memiliki sistem iuran untuk institusi perbankan. Dari iuran tersebut, BI bakal mendapat laba moneter yang selama ini berbentuk cadangan devisa.

Sebenarnya, tutur Yanuar, OJK bisa mendapatkan dana dari laba moneter yang diperoleh BI. Menurutnya, dana tersebut bisa dihitung sebagai biaya OJK yang telah melakukan evaluasi kepada sistem perbankan. 

Selain itu, OJK bisa mendapat dana dari realokasi pajak. Yanuar menjelaskan realokasi tersebut bisa diambil  dengan menambahkan prosentase tarif pajak penghasilan pada industri keuangan.

Ia menilai, sangat penting agar OJK menjaga jarak dengan industri keuangan sehingga tidak melakukan pungutan langsung. Pasalnya, OJK bakal rentan dengan intervensi dan sikap yang subjektif jika dibiarkan melakukan hal tersebut. 

Saat satu perusahaan membayar lebih besar ketimbang perusahaan lain misalnya, ungkap dia, maka citra perusahaan tersebut akan berbeda di mata OJK. "Akan ada dispute jika antar pelaku terlibat satu perkara di arbitrase misalnya," jelas Yanuar.

Selain itu, ujarnya, pengenaan pungutan langsung hanya akan mengembalikan beban kepada konsumen. Pasalnya, industri keuangan yang dikenakan pungutan, bakal membebankan biaya pungutan tersebut kepada nasabah. 

Oleh karena itu, Yanuar meminta agar dewan komisioner OJK dapat lebih jernih melihat status OJK sebagai lembaga negara, bukan SRO yang bisa mencari profit. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement