REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) R Priyono menyerahkan nasib kontrak migas dengan pemerintah. "Aduh saya nggak tahu. Itu bagaimana Menteri saja ke depan," tegasnya saat dimintai keterangan terkait pembubaran lembaga itu, Selasa (13/11).
Ia menuturkan memang dengan dibubarkannya BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga tersebut tak bisa lagi melakukan kontrak dengan pertambangan dengan asing. Di mana selama ini BP Migas menjadi kepanjangan tangan pemerintah.
Memang berbeda dengan kontrak bagi hasil yang cenderung dilakukan langsung oleh Ditjen Migas Kemnterian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM). "Karenanya kita tunggu saja pemerintah bagaimana produk kontrak ini antara KKKS dengan BP Migas," jelasnya.
Sebelumnya, MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 Undang-Undang (UU) Migas. Pasal ini dinilai bertentagan dengan UU 1945. Pasal itu menyatakan pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah.