REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan tidak bisa mengatur perniagaan kedelai seperti yang diusulkan oleh DPRD Jabar terkait kenaikan harga kedelai saat ini karena hal tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.
"Ngak bisa dong, karena perniagaannya (kedelai) itu ada di pemerintah pusat bukan di pemerintah provinsi," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Kota Bandung, Selasa.
Namun, kata Heryawan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh Pemprov Jabar dalam mengatasi permasalahan harga kedelai tersebut yakni membantu proses kelancaran distribusinya.
"Kemudian paling kita mengusulkan kepada pemerintah pusat supaya, barang impornya diperbanyak, supaya harga kedelainya turun. Atau jadi kita mengusulkan regulasinya mungkin, membuat regulasi terkait pengadaan impor kedelai kan tidak mungkin porsinya bukan pemprov," kata Heryawan.
Pihaknya mengakui bahwa pasokan kedelai, termasuk di Jawa Barat selama ini berasal dari kedelai impor karena kedelai dalam negeri hanya mampu menyuplai sekitar 20 persen kebutuhan kedelai dalam negeri.
"Ya artinya, kedelai lokal ada tapi kan masalahnya tidak terselesaikan kedelai Indonesia lah, baru sekitar 20 persen. Jadi kita hobi makan tempe dan tahu, ternyata barang impor," kata dia.
Sebelumnya, Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat menuturkan harus ada sebuah goodwill dari Pemprov Jawa Barat terkait gelojak harga kedelai yang mengalami kenaikan hingga mencapai harga Rp 8.000 per kilogram.
"Karena para pelaku usaha yang menggunakan komoditas kedelai sangat banyak dan beragam jenisnya. Mulai dari pengusaha tahu, tempe, kecap dan lain-lain," kata Ketua Komisi B DPRD Jawa Barat Selly Gantina, di Kota Bandung.
Namun sayang, kata Selly, hampir sebagian besar suplai kedelai yang digunakan oleh pengusaha tahu, tempe dan kecap di Indonesia termasuk di Provinsi Jabar justru dari impor terutama dari Amerika dan China.
"Memang banyak kendala petani petani-petani kedelai kita saat mereka bercocok tanam sebab biaya produksinya sangat tinggi dengan harga jual kedelai yang tidak sesuai sehingga akhirnya harga kedelai lokal selalu lebih mahal dari kedelai impor," kata politisi dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jabar ini.