REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Petani kecewa harga patokan petani (HPP) gula hanya dipatok Rp 8100. Harga ini 12 persen lebih rendah dibandingkan keinginan mereka Rp 9250. Ketua asosiasi petani tebu Indonesia (APTI) Soemitro Somadikoen mengungkapkan HPP gula yang ditetapkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan (permendag) nomor 28 tahun 2012 ini tidak mengakomodasi semangat petani.
Soemitro menilai pemerintah juga salah kaprah dalam menentukan HPP. Dalam permendag yang ditandatangani 1 Mei ini, pemerintah menaikkan HPP dari sebelumnya Rp 7000 pada tahun 2011. Kenaikan KPP diberikan dengan catatan produksi tebu dari petani dan rendemen gula dari pabrik gula juga semakin tinggi. Soemitro menilai catatan yang diberikan pemerintah ‘keblinger’.
Menurut dia, HPP justru berlawanan dengan rendemen. “HPP itu dihitung dari biaya produksi. Biaya produksi akan semakin tinggi jika rendemen rendah,” ujar Soemitro Saat dihubungi Republika, Jumat (4/5).
Rendahnya rendemen yang selama ini dialami petani dan pabrik gula disebabkan karena pabrik gula di Indonesia sudah dalam keadaan tua. Pabrik gula milik BUMN, selama lima tahun terakhir tidak mengalami kenaikan produksi. Hanya sekitar 6-7 persen saja. Cukup jauh dibandingkan pabrik gula milik swasta di Lampung yang sekitar 11 persen. Rendemen gula nasional sekitar 7,5.