Selasa 13 Dec 2011 16:51 WIB

Aturan Baru BI Soal Debt Collector: Meski Pakai Jasa Pihak Ketiga, Bank Tetap Tanggung Risiko

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Siwi Tri Puji B
Seorang pejalan kaki melintasi logo Bank Indonesia di gedung BI kawasan Thamrin, Jakarta Pusat
Foto: Antara
Seorang pejalan kaki melintasi logo Bank Indonesia di gedung BI kawasan Thamrin, Jakarta Pusat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Peraturan BI (PBI) guna mengatur jasa penangihan kredit. Melalui PBI Alih Daya yang mengatur kehati-hatian bank umum dalam menyerahkan pekerjaan kepada pihak lain, bank sentral mengatur penggunaan jasa penangihan terutama untuk kredit bermasalah.

Menurut Kepala Biro Pengaturan Perbankan Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI, Irwan Lubis, hal ini terkait perlindungan terhadap konsumen. “Jadi meski boleh menggunakan jasa penagihan, bank tidak boleh mengalihkan risiko penagihan kepada pihak ketiga ini karena risiko dan tanggung jawab tetap di perbankan,” katanya saat ditemui wartawan, Selasa (13/12).

Selama ini, masalah jasa penagihan belum diatur secara jelas. Akibatnya, ketika nasabah terbelit kredit bermasalah, bank lepas tangan dan mengalihkan kredit pada pihak ketiga yang merupakan jasa pengalihan.

Sehingga, posisi nasabah menjadi rentan akibat penjatuhan risiko kredit. Seperti penggunaan debt collector yang  tidak terkendali dan membahayakan jiwa nasabah. “Ke depan mengenai jasa pengalihan juga akan detail kita keluarkan dalam Surat Edaran BI,” kata Irwan.

Selain jasa pengalihan, dalam PBI Alih Daya juga diatur pekerjaan apa saja yang bisa dialihkan perbankan pada pihak ketiga. BI menegaskan hanya pekerjaan penunjang bank yang bisa diserahkan kepada pihak lain. Seperti penggunaan petugas call center, telemarketing, serta sales representative.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement