REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah lewat Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka kemungkinan untuk membuka kran impor ikan. Pemerintah beralasan kebijakan ini akan dilakukan untuk mendukung industri.
Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengaku heran dengan kebijakan di bawah menteri yang baru. Kebijakan tersebut dinilainya tidak pro rakyat. “Kebijakan menteri sebelumnya, Fadel Muhammad sebenarnya sudah bagus dan pro nelayan. Kebijakannya seharusnya kan dilanjutkan,” katanya saat dihubungi Republika, Kamis (1/12).
Jangan-jangan, lanjut dia, ada tekanan dari pihak lain terkait posisi dan kebijakan yang harus diambil oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Kalau mau impor, sekedarnya saja, karena kita tidak tahu juga kalau ada tekanan dari pihak lain,” katanya sedikit pasrah dengan kebijakan yang dinilainya akan merugikan para nelayan lokal.
Kalau alasan impor ikan dilakukan karena ongkos bahan baku pemindangan jauh lebih murah dibandingkan mendatangkan bahan baku pemindangan dari Indonesia Timur, ia beranggapan alasan itu tidak masuk akal. Kalau alasan itu digunakan, maka seharusnya tata niaga perhubungan yang harus diperbaiki.
“Memang benar kalau biaya impor lebih murah, tapi apakah impor menjadi solusi yang benar dan baik? Coba perhubungan kita diperbaiki mungkin ongkos bahan baku dari Indonesia Timur tidak menjadi mahal dan lebih efisien,” ujar Winarno.