REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Instrumen perlindungan non tariff yang dijalankan Pemerintah seperti Bea Masuk Anti Dumping dinilai sulit membendung banjirnya produk impor ke Indonesia. Yang jauh lebih penting ialah pengawasan masuknya barang impor di lapangan termasuk mengawasi pelakunya alias para importir.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G Ismi, proteksi baik dari peraturan dalam negeri saat ini dinilai baik. Mulai dari labelisasi dan standar nasional Indonesia (SNI) begitu juga aturan Bea Masuk Anti Dumping dan juga safeguard dirasa cukup membendung masuknya barang impor.
Hanya saja pengawasan di lapangan dirasa lemah. Sehingga yang harus dilakukan pemerintah sejak awal ialah menyatukan visi antara semua pihak yang mengawasi, seperti Direktorat Bea dan Cukai, Kementerian Perdagangan, Perindustrian dan Kepolisian. Setelah itu baru susun strategi untuk perlindungan industri dalam negeri secara bertahap.
Hanya saja selain itu menurut Ernov perlu juga dilakukan pengawasan di tingkat importir. Misalnya apakah impornya sesuai dengan izin yang ditetapkan atau melebihi. ‘’Coba saja tanya di pasar retail, dari mana barangnya,’’ tuturnya ketika dihubungi Republika, Selasa (27/9).
Sebenarnya menurut Ernovian membendung barang impor masuk ke pasar Indonesia secara total tidak mungkin bisa dilakukan. Hal itu karena Indonesia telah membuat menandatangani perjanjian perdagangan bebas dan Indonesia bisa disebut negara dengan konsumsi yang amat tinggi. Hanya saja yang lebih penting ialah membendung barang impor ilegal yang meruntuhkan ketahanan industri dalam negeri.