Jumat 23 Sep 2011 18:49 WIB

CAR Perbankan Dinilai Cukup Tangguh Bendung Krisis

Rep: Fitria Andayani/ Red: Djibril Muhammad
Krisis AS (ilustrasi)
Foto: spotlightofpeace.com
Krisis AS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menepis rilis Dewan Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan rasio kecukupan modal (CAR) perbankan di negara berkembang dapat berkurang 6 persen akibat pelemahan ekonomi global. Bank sentral optimis, CAR bisa ditahan pada level di atas 8 persen.

Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah menyatakan, BI telah melakukan uji ketahanan perbankan bila terjadi skenario terburuk akibat krisis. "Sejauh ini hasilnya aman-aman saja," katanya, Jumat (23/9).

Likuiditas perbankan tetap terjaga, bahkan diperkirakan akan tetap berada di atas level minimum yaitu 8 persen. Hingga Juli 2011 rata-rata CAR perbankan mencapai 17,24 persen. Hal ini membuat penyaluran kredit masih bisa tumbuh lebih tinggi.

Penyaluran kredit hingga akhir Agustus 2011 mencapai 24,2 persen (yoy). Kepala Biro Humas BI, Difi Ahmad Johansyah menyatakan, sejauh ini fungsi intermediasi sudah cukup baik. "Ini tercermin pada tingginya CAR yang berada jauh di atas minimum 8 persen," tuturnya.

Selain itu, rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL) kotor di bawah 5 persen. BI pun berencana untuk menaikkan modal minimumnya. Peningkatan modal minimum bank tersebut adalah mandat dari aturan perbankan internasional Bassel II.

Oleh karena itu, siap tidak siap perbankan nasional mesti melaksanakan aturan tersebut untuk menghadapi krisis yang akan selalu ada di masa datang. Bank adalah industri yang penuh risiko.

"Oleh karena itu, bank harus sadar akan konsekuensinya untuk selalu menambah modal agar bisa menutupi risiko bisnis tertentu, sewaktu-waktu," ujar Gubernur BI, Darmin Nasution.

Menurutnya, bila bank tidak memiliki cadangan modal yang cukup, maka saat terjadi krisis mereka tidak mampu menutupi gejolak yang ada. "Akibatnya uang rakyat lagi yang dilibatkan untuk menutupi kesalahan yang dilakukan oleh perbankan," katanya.

Sebelumnya, IMF menyatakan, krisis Eropa akan menyebabkan penurunan kecukupan modal perbankan emerging market. Perkiraan IMF, kecukupan modal perbankan di negara berkembang bisa menyusut hingga 6 persen.

"Oleh karena itu, otoritas perbankan harus memperhatikan kemungkinan-kemungkinan pemburukan ekonomi global," kata Kepala departemen badan dan pasar modal IMF, Jose Vinals.

Selain itu, berbagai dampak keuangan yang timbul akibat kegagalan kesepakatan penyelesaian masalah fiskal Amerika Serikat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement