Jumat 20 May 2011 17:45 WIB

Kasus Pelecehan Seksual Direktur IMF Pengaruhi Pasar Valas

Rep: Fitria Andayani/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Skandal pelecehan seksual yang dilakukan oleh Direktur International Monetary Fund (IMF) Strauss-Kahn ternyata berimbas pada pasar valuta asing (valas). Kasus ini mengokohkan penguatan rupiah  Rupiah atas Dolar yang sudah terjadi beberapa bulan terakhir.

Direktur Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyatakan, saat kasus itu muncul kepermukaan terdapat gejolak di pasar uang global. “Tapi hanya sebentar dan cepat pulih,” katanya, Jumat (20/5). Menurutnya, berita-berita semacam itu memang mampu mengguncang pasar dan membuat pasar valas cukup fluktuatif. “Berita tersebut mampu membuat Rupiah semakin menguat terhadap Dolar,” katanya.

Menurutnya, tren penguatan Rupiah memang sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir. Namun tren tersebut masih dianggap Bank Indonesia sebagai gejala yang wajar. Perkembangan penguatan nilai tukar rupiah saat ini dinilai masih sejalan dengan kondisi makroekonomi. “Sehingga tidak mengganggu daya saing ekspor,” ujarnya.

Penguatan tersebut disebabkan menguatnya mata uang regional. “Mata uang di sejumlah kawasan ASEAN pun terapresiasi,” katanya. Selain itu, sejalan dengan masih kuatnya aliran masuk modal asing, nilai tukar Rupiah pun cenderung menguat di April 2011. Selama kuartal pertama, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 1,68 persen (ptp) menjadi Rp. 8.564 per dolar AS dengan volatilitas yang tetap terjaga.

Selain itu, kecenderungan penguatan nilai tukar Rupiah tersebut tidak terlepas dari persepsi positif investor terhadap solidnya fundamental perekonomian Indonesia. “BI memandang, pergerakan nilai tukar Rupiah tersebut masih sejalan dengan upaya bank sentral meredam tekanan inflasi,” katanya. Sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Sejauh ini, apresiasi nilai tukar Rupiah dipandang tidak berdampak negatif terhadap daya saing produk domestik, sehingga kinerja ekspor diperkirakan masih akan tetap kuat. Meskipun sejumlah pengusaha merasa terganggu dengan apresiasi rupiah yang terus terjadi. “Pengusaha ada yang tergantung pada komponen impor, sehingga mereka sangat terbantu dengan apreasiasi Rupiah,” katanya.

Namun ada juga yang terganggu, seperti ekspor manufaktur.  “Tapi secara keseluruhan ekspor Indonesia per triwulan pertama tumbuh 30-37 persen. Ini masih cukup bagus,” katanya. Sehingga BI tidak melihat dampak negatif apresiasi rupiah terhadap ekspor. “Namun kami memang harus mendengarkan semua pihak,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement