Rabu 11 Sep 2019 09:03 WIB

Kemenperin: Ongkos Logistik Ekspor Mebel Mahal

Ekspor kayu olahan, termasuk mebel, pada kuartal I mencapai 5,58 miliar dolar AS.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menyelesaikan pembuatan kursi dan meja sekolah, di sentra industri mebel, kawasan Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (4/7).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pekerja menyelesaikan pembuatan kursi dan meja sekolah, di sentra industri mebel, kawasan Kranji, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski pemerintah mengklaim pasar ekspor mebel dan produk olahan kayu Indonesia terbuka, namun sejumlah kendala di dalam negeri guna mengakselerasi ekspor masih ditemui. Salah satunya adalah ongkos angkut dan logistik mebel yang mahal.

Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gati Wibawaningsih mengatakan, pasar ekspor mebel Indonesia merupakan kelas premium yang berada di kawasan Amerika dan Eropa. Hanya saja, jarak pengiriman produk yang jauh itu belum diimbangi dengan biaya logistik yang sepadan.

“Kalau dibandingkan dengan Cina dan Vietnam (sebagai produsen), kita itu jarak angkutnya enam jam lebih jauh. Masalahnya, logistik kita masih mahal,” kata Gati saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/9).

Meski begitu dia menegaskan, secara kualitas dan harga produk mebel Indonesia sangat berdaya saing. Indikasinya, untuk beberapa produk mebel dan produk olahan kayu permintaan ekspor terus berjalan meski terjadi penurunan ekspor pada tahun ini.

Berdasarkan catatan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), ekspor kayu olahan pada kuartal I 2019 mencapai 5,58 miliar dolar AS. Angka tersebut turun sebesar 5,63 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 5,91 miliar dolar AS.

Jika diperinci, penurunan nilai ekspor tersebut berasal dari ekspor furnitur sebesar 695,2 juta dolar AS atau turun sebesar 0,31 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar 697,3 juta dolar AS. Ekspor panel tercatat 1,05 miliar dolar AS atau turun sebesar 16,32 persen di periode yang sama tahun lalu sebesar 1,25 miliar dolar AS.

Ekspor veener juga mengalami penurunan. Tercatat di kuartal I 2019 ekspor tersebut hanya mencapai 48,50 juta dolar AS atau turun sebesar 9,10 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 53,30 juta dolar AS.

Menurut Gati, penurunan ekspor tersebut salah satunya disebabkan adanya pelemahan serta pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Gati menyebut faktor itu menjadi salah satu penghambat terbesar ekspor mebel, furnitur, dan produk olahan kayu.

photo
Presiden Jokowi mengumpulkan pengusaha mebel dan kayu di Istana Merdeka, Selasa (10/9).

“Statistik di tahun-tahun sebelumnya ekspornya kan bagus, ya jadi memang kondisi ekonomi global sangat mempengaruhi kinerja ekspornya,” ungkapnya.

Gati membeberkan, peluang pasar produk mebel dan kayu olahan Indonesia selain di Amerika dan Eropa juga terbuka di pasar-pasar non-tradisional. Hanya saja, industri saat ini perlu menyesuaikan persyaratan nontarif yang diberlakukan negara-negara tujuan ekspor terutama yang berada di kawasan Amerika dan Eropa.

Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) yang menjadi persyaratan di pasar premium itu dinilai ketat. Sehingga penyesuaian dari industri, kata dia, meliputi persiapan teknis dan prosedur verifikasi kayu dan penyesuaian dengan cuaca dan iklim di negara ekspor tujuan.

“Kami sedang bangun material center, karena kalau kayunya tidak dikondisikan dengan cuaca di sana, nanti begitu kami produksi di sini lalu dibawa ke sana jadi aneh dan rusak,” ujarnya.

Untuk itu sejauh ini Kemenperin, kata Gati, telah banyak memfasilitasi industri dengan bantuan pemberian oven. Peralatan teknis tersebut nantinya dapat menyesuaikan SVLK yang disyaratkan tersebut.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengumpulkan pelaku usaha mebel dan produk kayu di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/9). Jokowi meminta produsen untuk melihat peluang ekspansi pasar global menyusul adanya kondisi perang dagang.

Menurut Jokowi, produk mebel asal Indonesia mampu menambal kebutuhan mebel di pasar-pasar yang sebelumnya didominasi produk Cina. Jokowi juga meminta kepada para menteri ekonomi terkait untuk menyisir kembali peraturan yang dinilai menghambat perkembangan usaha mebel serta menambah kebijakan yang mendukung perluasan pasar mebel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement