REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Forum Industri Pengguna Gas Bumi meminta pemerintah untuk memastikan jaminan pasokan gas untuk industri dalam negeri. Pasalnya hingga saat ini ketidakpastian pasokan membuat perusahaan terombang-ambing.
"Sudah tidak ada kepastian pasokan gas ke industri-Industri," kata Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), A Safiun, seusai bertemu dengan Wakil Presiden Boediono di kantornya, Jakarta, Kamis (17/3)
Ia mengaku sudah berbicara pada semua tingkat, termasuk Menko Perekonomian. Namun, ungkapnya, semua tidak memberikan komitmen kepastian.
"Karena itu hari ini kita sampaikan kepada Wapres, karena ternyata menteri perindustrianpun tida memiliki akses terhadap distribusi energi termasuk listrik gas, batubara dan sebagainya sehingga industri kita itu terombang ambing," katanya.
Presiden Asosiasi Perusahaan Manufaktur Karet Indonesia itu juga mengatakan pasokan gas yang tidak pasti membuat perkembangan industri di Indonesia tersendat-sendat. Bila itu dibiarkan semakin membuat industri kehilangan daya saing.
Ia mengungkapkan pasokan gas untuk sepuluh sektor industri yang tergabung didalam asosiasi hanya 800 kaki kubik per hari. Padahal kebutuhannya saat ini mencapai 1.500 kaki kubik per hari.
Pasokan 800 kaki kubik itu pun, imbuhnya, diberi setelah pihaknya berjuang memintanya. "800 bukan sederhana, bukan hanya PGN, yang memutuskan menteri perekonomian. Semua perusahaan negosiasi dengan beberapa menteri hingga tengah malam," katanya.
Menurut dia, pemerintah sebaiknya mengurangi ekspor gas ke luar negeri untuk dipindahkan ke dalam negeri sehingga memenuhi industri-industri domestik.
Ia mengatakan saat ini setidaknya 50 persen produksi diekspor ke luar. Bila komposisi ekspor diubah menjadi 20 persen saja, sementara 80 persen untuk domestik, menurut dia, itu akan mendorong pertumbuhan laju industri siginifikan dan meningkatkan daya saing global.
"Jadi masyarakat kita tidak perlu mengemis ke luar negeri," katanya. Dia menambahkan adanya kekurangan pasokan tersebut membuat kapasitas produksi hanya 80 persen, dan sulit untuk mengembangkan perusahaan.
Subtitusi ke minyak bumi dinilai sangat mahal dan justru menjadi hambatan untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Saat ini pun belum ada kepastian keekonomian harga gas.
Harga keekonomian gas bervariasi ada tujuh dolar AS per MMBTU, delapan dolar AS dan juga 8,8 dolar AS. Hingga kini pihaknya menunggu berapa harga ekonomis gas tersebut. Ia mengatakan pihaknya telah membayar 6,5 dolar AS per MMBTU.
Kalau harga keekonomian kita di atas delapan dolar AS artinya kita sudah di atas jepang dan AS. Sehingga, ujarnya pemerintah harus mengkaji ulang harga sesungguhnya.
"Apakah harga delapan dolar, atau 8,8 dolar atau tujuh dolar, itu harus ada kepastian," katanya.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, ia khawatir industri dalam negeri stagnan dan sulit untuk bersaing dengan industri luar negeri. Alhasil, membuat daya dukung industri untuk pertumbuhan ekonomi menjadi lemah.