Ahad 13 Feb 2011 13:46 WIB

Gawat! Air Minum Kemasan Bakal Naik

Rep: Teguh thr/ Red: Djibril Muhammad
Air minum kemasan
Air minum kemasan

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Kabar buruk bagi pelanggan air minum dalam kemasan. Perusahaan air kemasan berencana akan menaikan harga jual produk tersebut pada akhir Maret nanti. Kenaikan tersebut seiring dengan meningkatnya ongkos produksi.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Hendro Baruno mengatakan kemungkinan kenaikan harga sudah pasti. Sejalan dengan meningkatnya ongkos produksi. "Mungkin kami akan berikan kenaikan pada akhir kuartal pertama," ujarnya, Sabtu (12/2).

Penyebab kenaikan itu, menurut Hendro beragam. Di mulai dari penerapan Peraturan Menteri Keuangan No 241 tahun 2010 tentang bea masuk, kenaikan tarif listrik, hingga upaya kebijakan pembatasan bahan bakar minyak. "Jadi penyebabnya banyak," ungkap dia.

Adapun soal besarannya, masih dalam perhitungan. "Listrik naik. trus BBM naik ditambah bea masuk. Jadi kami belum tahu berap komposisi kenaikannya," jelas Hendro.

Namun Hendro mencontohkan, kenaikan itu bisa dilihat dari meningkatknya ongkos pengiriman bahan impor plastik air minum. "Misal kenaikan bea masuk lima (5) persen sementara penentuan harga pokok air minum dalam kemasan 75 persen dari plastik maka tinggal dikalikan, begitupun dengan komponen lainnya," papar Hendro.

Sebagai gambaran, satu perusahaan air minum dalam kemasan kemarin mendatangkan mesin produksi pada Desember 2010 sebelum Peraturan Menteri Keuangan No 241 keluar. Kemudian barang itu tiba setelah peraturan keluar dan dikenakan tambahan bea masuk Rp 1,2 triliun.

Sementara pembelian Poly Carbonat, bahan baku air kemasan pertahun mencapai 13 ribu ton. Dengan adanya tambahan bea masuk lima persen maka biaya naik sekitar Rp 19,136 miliar. "Polycarbonat ini kita banyak impor dari Eropa dan Amerika. Poly karbonat itu untuk bahan botol galon. Itu hanya satu bahan saja," jelasnya.

Meningkatnya ongkos produksi ini membuat target pencapaian produksi 16,7 miliar liter pada 2011 akan sulit tercapai. "Target kita itu 16,7 miliar liter, kita mengacu pada 2010 yang sampai 14,5 miliar liter. Namun

setelah PMK 241 tentang bea masuk bahan baku dan mesin, kami ragu karena investasi akan terlambat," paparnya.

Asosiasinya, kata Hendro, telah mengajukan keberatan terkait dengan bea masuk ini ke Kementrian Perindustrian. Sayangnya sudah satu bulan belum juga digubris oleh pemerintah. "Kita mengajukan keberatan ke perindustrian. Tapi satu bulan belum ada tanggapan," katanya.

Sekedar catatan dalam PMK No.241/2010 terdapat 2.165 pos tarif yang dikenakan bea masuk 0 sampai 5 persen, Pemerintah kemudian menunda 57 pos tarif yang terkait dengan bahan makanana. Dengan penundaan 57 ini maka masih ada, 2.108 pos tarif lainnya yang diberlakukan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement